Strategi Pengembangan Kompetensi Pegawai yang cocok untuk generasi Y dan Z

From ASN Encyclopedia, platform crowdsourcing mengenai ASN
Jump to navigation Jump to search

Kelas Weekend Program Studi Sumber Daya Manusia Aparatur Semester Ganjil 2021/2022 Topik: Strategi Pengembangan Kompetensi Pegawai yang cocok untuk generasi Y dan Z

Kelompok III 1. Andi Abd. Syakur 2. Andi Hajrul Aswad DP


Pengembangan kompetensi ASN merupakan hal yang sangat penting sebagai strategi terhadap tuntutan lingkungan yang terus berkembang secara dinamis. Perkembangan ilmu pengetahun teknologi informasi dan komunikasi, globalisasi, peningkatan daya saing bangsa, serta harapan masyarakat terhadap kinerja pemerintah terus berkembang sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat. Diperlukan peningkatan kemampuan dan kompetensi ASN agar dapat bersaing di tingkat global, melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan jabatan yang diduduki. Perubahan zaman dan pengaruh revolusi industri 4.0 (sistem teknologi digital) juga menuntut pengembangan dan kemampuan ASN untuk ditingkatkan agar mempunyai daya saing dan mampu mengikuti trend perkembangan lingkungan strategis yang berkembang pesat. ASN dituntut punya kemampuan teknis (hard skill) agar mendapatkan keterampilan dan dapat menggunakan teknologi informasi (TI) sesuai dengan perkembangan zaman. ASN merupakan salah satu aset penting dalam penyelenggaraan roda pemerintahan negara, terlebih saat ini dunia sedang menghadapi era disrupsi teknologi hingga munculnya revolusi industri 4.0. Agar dapat bersaing dengan negaranegara lainya di era revolusi industri 4.0 serta untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dalam Sektor Tenaga Kerja

Gambar 1. 1. Tahapan Pembangunan ASNSumber: UU No. 17 Tahun 2007

1.   Penerapan SMART ASN dalam menghadapi revolusi industri 4,0 serta untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

Pemerintah telah merancang road map program SMART ASN yang ditargetkan dapat diwujudkan pada tahun 2024. Manajemen ASN yang profesional dalam bidang pengembangan ASN menjadi kunci pokok bagi keberhasilan ASN untuk menghadapi revolusi industri 4,0 serta untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dalam Sektor Tenaga Kerja. Dalam program pengembangan kompetensi dan kesejahteraan ASN, punya tujuan dan cita-cita untuk menyiapkan Smart ASN di yang dimulai di tahun 2019. Adapun kriteria ASN yang perlu dibangun adalah ASN berintegritas, memiliki rasa nasionalisme tinggi, profesional, berwawasan global, memahami IT dan bahasa asing, hospitality, networking, serta jiwa entrepreneurship. Disinilah pentingnya menganalisis kebijakan tentang SMART ASN.

Menjadikan ASN yang ideal dan kompetitif di era globalisasi merupakan tuntutan publik dan target yang harus dicapai. Tiga sasaran utama untuk mewujudkan SMART ASN yang dimulai di Tahun 2019, yaitu: Pertama, Perencanaan ASN, dengan membuka formasi/kualifikasi ASN yang sesuai dengan arah pembangunan nasional serta potensi daerah. Kedua, Pengadaan ASN yang transparan, objektif dan fairness untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat sekaligus menjaring putra-putri terbaik bangsa. Ketiga, Meningkatkan profesionalisme, yakni meningkatkan kompetensi, kualifikasi dan kinerja sebagaimana yang diamanatkan UU ASN. Tahapan RPJMN ke-3 (2015-2019) yang berakhir pada tahun ini 2019 merupakan pembangunan ASN pada tahap SMART ASN. Pola ini untuk mewujudkan ASN berwawasan global, penguasaan teknologi informasi, bahasa asing, dan jejaring kerja (networking), serta berintegritas.

Implementasi ketiga sasaran SMART ASN 2019 harus dilakukan secara simultan agar terwujud SMART ASN yang memiliki karakteristik berwawasan global, menguasai TIK dan bahasa, memiliki kemampuan networking tinggi dengan kemampuan skill multitasking yang proporsional. Perencanaan ASN melalui e-formasi telah dilakukan oleh Kementerian PANRB pada tahun 2015 yang didalamnya menggambarkan kebutuhan ASN berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja, serta jenis formasi jabatan prioritas untuk 2-3 tahun kedepan yang sesuai dengan arah pembangunan nasional dan nawacita. Pengadaan ASN melalui seleksi berbasiskan IT yang dikenal sebagai Computer Assissted Test (CAT) merupakan salah satu bentuk reformasi birokrasi di bidang SDM Aparatur. Untuk mengembangkan profesionalisme ASN terlebih dahulu dilakukan training need assessment (TNA), yakni pengembangan kapasitas/diklat untuk mengisi gap kompetensi antara kompetensi individu dengan kompetensi jabatannya.

Meningkatkan kompetensi, kualifikasi dan kinerja asn Sebagai kunci penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang kompetitif dan akuntabel, manajemen ASN menjadi prioritas yang perlu diperhatikan. UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN dijalankan berdasarkan asas profesionalisme, proporsional, akuntabel, serta efektif dan efisien agar peningkatan kinerja birokrasi dapat tercapai. Berbagai upaya peningkatan kualitas ASN telah dilakukan pemerintah, mulai dari rekrutmen ASN, penempatan dan pengangkatan jabatan, serta penataan dan rasionalisasi ASN. Hal lain yang mengemuka terkait dengan jumlah ASN yang ada yaitu sebanyak 4.517.126 pegawai untuk melayani 252 juta penduduk yang dianggap masih dirasakan cukup banyak secara kuantitas dan kurang secara kualitas. Rasio perbandingannya mencapai 1:79, lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura yang rasionya 1:66 dan Inggris 1:147. Tingginya jumlah ASN di Indonesia telah membebani keuangan negara sebesar 707 triliun rupiah atau 33,8% dari total jumlah APBN dan APBD, dimana rasio belanja pegawai dan belanja pembangunan tidak seimbang.

The Worldwide Governance Indicators Reports (update) menunjukkan bahwa nilai ratarata indeks efektivitas pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness) di tahun 2014 dikategorikan masih rendah dengan nilai indeks-0,01 (peringkat 85) meskipun telah mampu menempatkan Indonesia pada kelompok tengah (percentile rank 54,81). Di tingkat ASEAN peringkat kita masih kalah, jika dibandingkan dengan Singapura (peringkat ke-1, skor +2,19), Malaysia (peringkat ke-32, skor +1,14), Thailand (peringkat ke-62, skor +0,34), dan Filipina (peringkat ke-72, skor +0,19). Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri mengingat ASEAN Economic Community (MEA) telah diterapkan, dimana dukungan ASN dalam mengawal dan menjalankan kebijakan merupakan salah satu kunci kesuksesan ekonomi Indonesia.

Melalui Undang – Undang ASN diharapkan lahir aparatur negara yang berintegritas, profesional, netral, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Berkenaan dengan itu, perlu kiranya dilakukan penataan ASN melalui langkah-langkah antara lain: Pertama, melakukan pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS, sehingga akan menghasilkan profil PNS yang baik. Kedua, hasil pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS dapat dijadikan dasar untuk mengambil langkah kebijakan lebih lanjut dalam percepatan penataan PNS, antara lain pengembangan kompetensi dan karier, mutasi/rotasi dan melakukan evaluasi bagi ASNyang tidak memilik ikualifikasi dan kompetensi serta kinerjanya kurang baik. Ketiga, percepatan penataan PNS dapat dilakukan secara progresif maupun secara moderat. Penataan secara progresif dapat dilakukan melalui pensiun dini dengan skema golden handshake atau mekanisme lain yang sesuai aturan, sedangkan penataan secara moderat dapat dilakukan dengan penerimaan PNS melalui seleksi yang ketat dengan rasio 2:1, yaitu 2 (dua) orang PNS yang pensiun digantikan dengan penerimaan 1 (satu) orang PNS yang lebih berkualitas. Keempat, untuk mengantisipasi kekurangan ASN ke depan sekaligus mempercepat capaian target organisasi dan menekan biaya pegawai khususnya biaya pensiun, maka pegawai ASN selain PNS dapat dikombinasikan dengan merekrut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang profesional sesuai dengan jenjang jabatan yang dibutuhkan. Dalam manajemen ASN, penataan aparatur negara dapat dilakukan melalui berbagai macam upaya yaitu diantaranya analisis profil pegawai terkait dengan analisis struktur organisasi; analisis profil ASN yang sudah memenuhi kualifikasi untuk dilakukan promosi; inventarisasi dan analisis kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai yang perlu ditingkatkan; distribusi pegawai melalui job rotationberdasarkan analisis demografis organisasi; distribusi pegawai yang tidak memiliki posisi; dan perluasan tugas, fungsi dan wewenang melalui job enrichment. Dengan demikian diharapkan penataan ini dapat mengisi gap untuk menuju profil ideal ASN serta dapat mengoptimalkan kapasitas dari setiap ASN. Untuk itu, sebagai langkah percepatan penataan ASN, implementasi comprehesive assessment untuk mengetahui kapasitas dan kompetensi setiap aparatur negara dinilai penting dilakukan.

Dalam mengimplementasikan SMART ASN pada instansi pemerintah dilakukan penataan ASN yang berfungsi sebagairightsizing atau proses efisiensi SDM maupun biaya, dengan tujuan agar dapat memfokuskan pada kompetensi utama pada masing-masing area secara proporsional. Hal ini dilatarbelakangi oleh alokasi sumber daya yang tidak merata, kualitas dan distribusi ASN yang tidak seimbang antar daerah, disamping kinerja yang rendah. Sebagai langkah percepatan penataan ASN, implementasi comprehesive assessment untuk mengetahui kapasitas dan kompetensi setiap aparatur negara dinilai penting dilakukan, kemudian persiap


2.   Penerapan Konsep Human Capital Management (HCM) dalam Mengembangkan Kompetensi ASN dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

Menurut Chatzkel (2004), ia mendefinisikan Human Capital Management (HCM) sebagai suatu upaya yang terintegrasi dalam mengatur dan juga mengembangkan kompetensi manusia untuk memperoleh kinerja yang lebih berkualitas. Dalam konsep HCM, sumber daya manusia dianggap sebagai modal sekaligus asset utama yang harus dikelola dan juga dikembangkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Dalam mewujudkan ASN yang berkompeten dan berdaya saing khususnya di era new normal, tentunya diperlukan pengembangan yang berbasis konsep HCM yang terencana dan juga terstruktur. Menurut Robbins (2003), strategi dan inovasi yang dapat dilakukan untuk mewujudkan potensi SDM telah diuraikan ke dalam 5 (lima) elemen pemicu keberhasilan organisasi yaitu strategi, struktur, teknologi, sumber daya manusia, dan kultur.

Berdasarkan analisis saya, 5 (lima) strategi dan inovasi yang telah dikemukakan oleh Robbins (2003), dapat dijadikan sebagai pendekatan dalam menerapkan konsep HCM untuk mewujudkan ASN yang berkompeten di era new normal, berikut penjelasannya:

Pertama, dari sisi strategi, hal yang dapat diterapkan untuk membangun pola pikir ASN secara komprehensif dan berintegritas tinggi adalah dengan menerapkan protokol kesehatan. Di tengah pandemi Covid-19, hal yang diutamakan adalah kesehatan, karena dengan kesehatan yang terjamin maka kegiatan lainnya tentu akan terselesaikan dengan baik juga. Melalui strategi baru tersebut, diharapkan para ASN bisa lebih meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja di tengah krisis pandemi Covid-19.

Kedua, dari sisi struktur, hal yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ASN yang berkompeten yaitu salah satunya dengan mengoptimalkan manajemen kinerja berbasis sistem merit. Pandemi Covid-19 sejatinya membawa berbagai perubahan yang luar biasa terhadap instansi pemerintah, dengan optimalnya penerapan sistem merit diharapkan manajemen kinerja ASN tetap dapat berjalan dengan baik. Selain itu, optimalisasi manajemen kinerja ASN berbasis sistem merit diharapkan dapat menciptakan target kinerja yang jelas dalam rangka mencapai visi UU ASN.

Ketiga, dari sisi sumber daya manusia, hal yang dapat dilakukan yaitu memberikan training atau pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan para ASN, karena hal tersebut merupakan suatu kebutuhan strategis yang harus dipenuhi dalam rangka merespons berbagai perubahan yang terjadi selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Keempat, dari sisi teknologi, hal yang menurut saya sekiranya dapat mewujudkan ASN yang berkompeten adalah dengan melalui pemanfaatan dan juga pengoptimalisasian penggunaan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) baik secara synchronous dan asynchronous dalam praktik kerjanya. Dengan demikian, hal tersebut akan memicu para ASN untuk bekerja secara kreatif dan inovatif di era new normal.

Kelima, dari sisi kultur, menurut kami budaya baru yang paling tepat untuk diterapkan dalam rangka mewujudkan ASN yang berkompeten di era new normal adalah budaya Flexible Working Space (FWS). FWS dapat diartikan sebagai pengaturan pola kerja pegawai yang memberikan fleksibilitas lokasi bekerja selama periode tertentu dengan memaksimalkan teknologi informasi. Melalui FWS, ASN dapat bekerja secara fleksibel baik itu dari kantor kedinasan (Work From Office/WFO) ataupun dari kediaman masing-masing (Work From Home/WFH)

           Pengelolaan pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil (PNS) harus diikuti dengan perubahan pola pikir (mindset) dari pengelola sumber daya manusia (SDM) di setiap instansi pemerintah. Deputi bidang Kebijakan Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Muhammad Taufiq mengatakan salah satu tantangan utama dalam pengembangan ASN adalah program pengembangan kompetensi selama ini kerap kali dilakukan serta merta hanya untuk pemenuhan peraturan perundang-undangan yang ada. Para pengelola SDM belum menanamkan bahwa pengembangan kompetensi merupakan hak mutlak setiap PNS.

ASN harus memenuhi tiga kompetensi (manajerial, sosio kultural, dan teknis), namun rata-rata habis untuk pelatihan dasar serta pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (diklatpim). Padahal PNS memiliki hak 20 jam pelajaran dalam satu tahun untuk mendapatkan pengembangan kompetensi.

Mempersiapkan ASN sebagai human capital yang menjadi sumber penggerak dari pembangunan. Oleh karena, itu perlu perubahan mindset semua pengelola kepegawaian Mindset  pengembangan kompetensi yang masih berorientasi pada pemenuhan peraturan perundang-undangan menyebabkan pengelolaan kompetensi hanya terfokus pada pelatihan yang bersifat klasikal, seperti training, seminar, kursus, atau diklat. Yang mana diketahui bahwa pelatihan yang bersifat klasikal tentu membutuhkan banyak biaya, sementara pemerintah memiliki anggaran yang terbatas.

Pengembangan kompetensi tidak hanya terbatas pada pelatihan yang bersifat klasikal saja atau training and development. Menurutnya, paradigma training and development harus digeser dan digantikan menjadi learning and development. Training and development sifatnya selalu tersentral pada instruktur atau widyaiswara yang dilakukan di kelas, dengan kecepatan pembelajaran dan materi yang sama. Sementara learning and development sifatnya lebih fleksibel dan tidak tersentral pada instruktur atau widyaiswara, tetapi lebih tersentral pada peserta itu sendiri.

Learning and development menekankan pada variasi kebutuhan pembelajaran pegawai dan disesuaikan dengan gaya belajar (learning style) peserta. Learning and development membuka metode-metode yang variatif, yaitu metode non-klasikal yang dikembangkan di tempat kerja, seperti coaching, mentoring, on the job training, pertukaran pegawai, datasering (secondments), job shadowing, maupun community of practice.

Dalam PP No. 17/2020 disebutkan pengembangan kompetensi dilaksanakan melalui pendekatan sistem pembelajaran terintegrasi (corporate university). Yang dimaksud dengan terintegrasi adalah antara metode klasikal dan non-klasikal menjadi satu dan dilaksanakan dalam rangka menjabarkan strategi organisasi. “Jadi utamanya adalah pengembangan kompetensi tidak dilakukan serta merta hanya untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang ada, tetapi dalam rangka menjabarkan strategi organisasi. Inilah yang disebut dengan corporate university

corporate university adalah metode pengembangan kompetensi bagi ASN melalui metode klasikal dan non-klasikal yang mengintegrasikan talent management, manajemen kinerja, dan manajemen budaya organisasi. Corporate university sifatnya lebih strategis karena mendukung strategi organisasi. Inti dari corporate university adalah bagaimana mendukung pengembangan manajemen talenta yang ada. “Jadi itulah yang disebutkan dalam PP No. 17/2020 sebagai bentuk pengembangan kompetensi terintegrasi,” katanya.

Pengembangan kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Dalam PP No. 17/2020 disebutkan bahwa setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi, baik di tingkat instansi maupun nasional.

Pengembangan kompetensi ASN harus dilakukan dengan menerapkan sistem merit dan didasarkan pada kebutuhan setiap pegawai yang bersangkutan. “Terkait hal ini tentunya peran dari pimpinan juga sangat penting untuk merekomendasikan pengembangan kompetensi apa yang dibutuhkan setiap pegawai sesuai dengan jabatan yang diduduki

3.   Kesimpulan

Penerapan SMART ASN dan Penerapan Konsep Human Capital Management (HCM) dalam Mengembangkan Kompetensi ASN merupakan Tahapan Pembangunan ASN menurut Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang merupakan bagian pengembangan ASN dan menjadi kunci pokok bagi keberhasilan ASN untuk menghadapi revolusi industri 4,0 serta untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dalam Sektor Tenaga Kerja, dimana dukungan ASN dalam mengawal dan menjalankan kebijakan merupakan salah satu kunci kesuksesan ekonomi Indonesia. Melalui UU ASN diharapkan lahir aparatur negara yang berintegritas, profesional, netral, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.


Daftar Pustaka

1.    https://www.bkn.go.id/unggahan/2022/06/32-Policy-Brief-Juni-2019.pdf diakses pada tanggal 13 Oktober 2022 (22.00)

2.    https://kumparan.com/putri-apriliana/penerapan-human-capital-management-untuk-asn-yang-berkompeten-di-era-new-normal-1vskpTJxdTq/full diakses pada tanggal 13 Oktober 2022 (22.20)

3.    https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/human-capital-asn-harus-dibarengi-perubahan-mindset-pengelola-kepegawaian

diakses pada tanggal 13 Oktober 2022 (22.35)