Menata Kebijakan, Mendukung Generasi Muda Menuju Indonesia Emas
Visi indonesia 2045 menjadi negara berdaulat, maju, adil dan makmur kehidupan masyarakat yang unggul, berbudaya, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, berekonomi maju dan berkelanjutan, pembangunan yang merata dan inklusif serta menjadi negara demokratis, kuat dan bersih. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan penguatan pada pilar-pilar dasar kehidupan seperti bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan dan perekonomian serta regulasi yang mengatur hal tersebut. Namun pada saat ini, terdapat beberapa regulasi yang terindikasi tidak efektif dan perlu direvisi guna mendukung terwujudnya Indonesia emas yakni:
1. Kebijakan PPDB Sistem Zonasi
Kebijakan penerimaan peserta didik dengan sistem zonasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019. Sistem zonasi ini merupakan proses penermiaan peserta didik berdasarkan kedekatan jarak sekolah dengan domisili calon peserta didik. Kebijakan ini cukup memberi dampak positif karena menghapuskan kesenjangan serta eksklusifitas sekolah, sehingga tidak ada lagi sekolah dengan label unggulan atau favorit. Kebijakan ini berlaku secara nasional, namun dalam pelaksanaannya banyak kendala yang terjadi seperti banyak peserta didik yang tidak dapat bersekolah di sekolah negeri karena kurangnya ketersediaan fasilitas sekolah, kemudian juga menurunkan motivasi belajar siswa karena rendahnya persaingan yang diakibatkan tidak adanya penerimaan siswa berdasarkan nilai atau kemampuan intelektual lagi dan kurangnya kuantitas serta kualitas tenaga pendidik.
2. Kebijakan Cipta Lapangan Kerja
Undang-undang cipta lapangan kerja atau omnibus law yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020, kebijakan ini mengatur berbagai hal terkait ketersediaan dan manajemen lapangan kerja dan kemudahan investasi. Namun regulasi ini memiliki banya kekurangan seperti merugikan kaum pekerja karena terdapat hak-hak pekerja yang dihapuskan seperti cuti melahirkan, tidak adanya kejelasan karir, dan memudahkan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia. Kebijakan ini juga berdampak pada pengabaian aspek kelestarian lingkungan hidup dengan dimudahkannya proses sertifikasi AMDAL (analisis dampak lingkungan) serta kemudahan investasi yang menjadi tujuan utama kebijakan sehingga ini memperbesar peluang neokolonialisme.
3. Cukai Minuman Berpemanis
Kebijakan cukai yang yang diatur dalam UU No. 39 tahun 2007 dianggap tidak terlalu relevan dengan fenomena masyarakat sekarang dan perlu direvisi. Seperti yang dirasakan di sekitar kita, kini menjamurnya berbagai jenis usaha minuman manis dengan berbagai macam merek. Menurut data Riskesdas tahun 2018, sebanyak 61,3% remaja umur 12-17 tahun mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari. Tingginya animo masyarakat khusunya generasi muda yang mengonsumsi minuman manis ini dinilai memberi peluang usaha yg menjanjikan. Disisi lain, jika generasi muda setiap hari ini rutin mengkonsumsi minuman berpemanis tinggi, diperkirakan 15-20 tahun kedepan generasi muda didominasi mengidap berbagai penyakit serius seperti diabetes. Kondisi ini juga memberikan tambahan beban yang berat bagi negara karena akan mengeluarkan biaya besar untuk menutupi biaya perawatan. Dan juga kita tidak akan mampu mencapai kondisi bonus demografi kalau generasi masa depan sakit-sakitan. Berlatar belakang kasus inilah alangkah baiknya jika pemerintah membuat kebijakan cukai pada minuman berpemanis tinggi sebagai salah satu Langkah preventif untuk menyelamatkan kesehatan generasi muda dari gaya hidup yang tidak sehat.
Selain penataan regulasi, mewujudkan Indonesia Emas juga perlu didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang mempuni. Generasi muda yang kelak menjadi ujung tombak penyelenggaraan kehidupan bernegara harus memiliki kemampuan dari segi keilmuan, keterampilan serta perilaku. Pesatnya perkembangan teknologi dimasa depan membuat generasi muda wajib memiliki kemampuan dibidang penguasaan teknologi. Pengaruh media sosial dalam kehidupan sehari-hari masyarakat membuat generasi muda harus menguasai keterampilan menciptakan konten-konten yang menarik serta mampu berkomunikasi melalui media sosial. Pengaruh globalisasi membuat pertukaran informasi dan budaya sangat cepat, kelak terjadi asimilasi budaya di Indonesia sehingga terbentuk masyarakat multikultur. Dengan kondisi tersebut, diharapkan agar sumber daya manusia kita tidak hanya unggul dalam keilmuan dan keterampilan tetapi juga memiliki perilaku dan akhlak yang mencerminkan budaya Indonesia seperti spiritualis, berintegritas, jujur, kreatif, optimis, tekun, adaptif, disiplin, sopan, santun, bertanggungjawab dan bertoleransi sehingga tidak ada lagi perpecahan maupun konflik SARA.