IKN membutuhkan ASN profesional
Sejak 2017 ketika Jokowi menjabat sebagai Presiden RI wacana pemindahan ibu
kota mulai hangat diperbincangkan. Hingga puncaknya di tahun 2019 bulan Agustus
Jokowi mengumuman secara resmi pemindah ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke
Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi
Kalimantan Timur. UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara pasal 2
secara jelas menyebutkan bawah Kementerian berkedudukan di IKN. Pemindahan IKN
berimplikasi pada pemindahan kantor-kantor kementrian yang sebelumnya berada di DKI
Jakarta. Ini berdampak akan adanya pergerakan Pegawai Kementerian ke IKN yang
baru. Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang nantinya di tempati ribuan pegawai yang
dipindahkan dari kantor-kantor Kementerian di Jakarta akan menjadi tolak ukur
kompetensi ASN.
Daerah-daerah akan melihat ASN IKN sebagai role mode dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Akan terbangun persepsi bahwa ASN IKN memiliki kinerja dan
kompetensi yang mumpuni karena IKN menjadi pandangan awal wajah Indonesia bagai
mana melayani masyarakat. Untuk itu ASK IKN harus dibekali dengan pengembangan
kompetensi untuk menciptakan ASN yang profesional. Kompetensi menjadi pondasi
dasar menciptakan profesionalisme. Profesionalisme pegawai ASN di sini dapat
dipahami sebagai sebuah kemampuan ASN untuk memiliki keterampilan dalam
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang dan jenjangnya masing-masing
(Komara, 2018)
Profesionalisme menyangkut kesesuaian antara kemampuan birokrasi yang
dimiliki oleh birokrasi dengan kebutuhan tugas (task requirements). Mencapai
kompatibilitas antara kemampuan bidang pemerintahan dengan kebutuhan tugas
merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya lembaga yang profesional. Artinya, suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya memerlukan sebuah keahlian dan kemampuan
aparatnya dalam merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai (Komara, 2018).
Agar menjadi seorang yang profesional dalam memberikan pelayanan, aparatur
negara harus mencari seorang yang dapat berperan sebagai ASN yang memiliki
kemampuan dan keandalan dalam bidang dan tugas setiap bagiannya masing-masing.
Profesionalisme pegawai ASN selalu berkaitan dengan pelayan publik (Komara, 2018).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat profesional pegawai ASN dalam
pelayanan publik, antara lain budaya organisasi publik, tujuan organisasi, struktur
organisasi, tata kerja di birokrasi, dan sistem insentif yang dihasilkan dan diwujudkan
dalam proses birokrasi (Komara, 2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi
profesionalisme pegawai ASN di bidang pelayanan publik antara lain:
Pertama, kompetensi ASN. Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut. Wibowo (2016) Diharapkan pegawai IKN nantinya memiliki
kompetensi teknis yang sesuai dengan tupoksinya. Hal ini sejalan dengan prinsip the
right man on the right place.
Kedua, budaya organisasi. Budaya organisasi yang terbentuk dalam birokrasi
biasanya bersifat formalistis, yaitu pegawai ASN seringkali menjalankan tugas sesuai
aturan formal yang ada. Hal ini menjadi budaya secara turun temurun oleh pegawai ASN
sebelumnya, dan selalu bekerja sesuai dengan pedoman prosedur yang berlaku. Tanpa
ada keberanian untuk keluar dari kebiasaan yang ada, seringkali pegawai ASN
kekurangan inovasi, pikiran kritis dan motivasi kerja baru yang pada akhirnya berujung
pada menghambat profesionalisme pegawai ASN dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Karena IKN merupaka wilayah baru diharapkan ASN yang baru dapat
menanam budaya organasi profesional.
Ketiga, struktur organisasi. batasan antara atasan dan atasan seringkali menjadi
kendala dalam membentuk profesionalisme pegawai ASN, karena komunikasi internal
dalam organisasi publik tersebut biasanya relatif tidak menentu. Jarak antara ASN
pelaksanan dan pucuk pimpinan sangat jauh melewati dua sampai tiga tingkatan eselon.
Hal ini memperlambat pengambilan kesimpulan dalam memberikan pelayan kepada
masyarakat. Namun, hal ini tentu tidak berlaku untuk semua instansi pemerintah. Di
banyak tempat ditemukan kondisi yang berbeda, yaitu kondisi struktur hierarkis tanpa
kendala berarti dalam menjalin komunikasi internal. Hal ini dikarenakan gaya
kepemimpinan dalam administrasi manajemen dan operasional manajemen organisasi
dapat dikatakan sangat lancar. Selain menggunakan melalui metode kerja formal,
pemimpin juga menggunakan metode informal untuk menciptakan keintiman emosional
dengan bawahan (Komara, 2018).
Keempat, sistem retribusi. Dalam konteks ini, sebuah sistem insentif yang ada.
Sistem insentif pegawai ASN berupa reward and punishment dinilai belum diterapkan
secara optimal. Untuk mendapatkan penilaian ASN IKN dalam memberikan reward and
punishment dibutuhkan penilaian melingkar. Yaitu penilaian dari atasan dari kolega
setara dan dari bawahan. Hal ini untuk memberikan penilaian yang objektif dari berbagai
macam person yang berhubungan dengan ASN yang akan dinilai. Reward diberikan
remunerasi yang dihasilkan dari kegiatan secara adil dan merata. Begitu pula punishment
diberikan dengan melihat bobot pelanggaran yang telah dilakukan ASN. Meningkatkan
standardisasi dan komitmen akan menciptakan pelayanan terbaik yang diberikan oleh
pegawai internal ASN menjadi faktor kunci kualitas pelayanan.
.