HARMONISASI REGULASI SDM PADA IKN
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2022 tersebut telah disebutkan dalam pasal demi pasal bahwa akan diatur aturan turunan UU IKN guna mengatur secara teknis pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Baru. Regulasi ini akan dirumuskan pemerintah secara pararel. Isi dan proses penyusunannya akan disampaikan pemerintah secara transparan kepada publik. KSP memastikan proses penyusunan regulasi turunan dan tindak lanjut eksekusi pembangunan Nusantara dipersiapkan dengan benar, agar target penyelesaian pada 2024 bisa tercapai.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Wandy N Tuturoong bahwa UU IKN tersebut setidaknya memiliki sembilan aturan turunan yang terdiri dari Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Kepres), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Kepala Badan Otorita IKN. Kebijakan-kebijakan yang perlu dibuat dan digabung untuk pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Baru, demi memberikan kepastian hukum dan kelancaran mobilisasi SDM.
Kebijakan yang perlu dibuat dan digabung[edit | edit source]
Pertama adalah Peraturan Presiden tentang Susunan dan Tata Cara Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, serta Persiapan, Pembangunan dan Pemindahan Ibu Kota Negara (Pasal 5 ayat (7) UU IKN) yang digabung dengan Peraturan Presiden tentang Struktur Organisasi, Tugas, Wewenang, dan Tata Kerja Otorita Ibu Kota Nusantara (Pasal 11 ayat (1) UU IKN). Kedua, Peraturan Presiden tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Negara (Pasal 7 ayat (4) UU IKN) adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengelolaan IKN. Ketiga adalah Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara (Pasal 15 ayat (2) UU IKN). Keempat adalah Peraturan Pemerintah tentang Pendanaan untuk Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara ((Pasal 24 ayat (7) UU IKN) yang digabung dengan PP tentang Rencana Kerja dan Anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara; (Pasal 25 ayat (3) UU IKN); PP tentang pengelolaan Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan; (Pasal 35 UU IKN); PP tentang Pengalihan dari Kementerian/Lembaga kepada Otorita Ibu Kota Nusantara; (Pasal 36 ayat (7) UU IKN); PP tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara. (Pasal 26 ayat (2) UU IKN). Kelima, Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan Khusus Otorita Ibu Kota Negara dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus (Pasal 12 ayat (3) UU IKN),”. Adapun kekhususan yang dimaksud antara lain, kewenangan pemberian perizinan investasi hingga kemudahan berusaha. Kemudian, berwenang memberikan fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan daerah mitra. "Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR," jelas Pasal 12 ayat 2 UU IKN. Keenam, Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara tentang Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara (Pasal 15 ayat (4) UU IKN). Ketujuh, adalah Peraturan Presiden tentang Pembagian Wilayah Ibu Kota Nusantara (Pasal 14 ayat (2) UU IKN). Pertama, Kawasan Pengembangan IKN atau KP IKN dengan luas wilayah kurang lebih 199.962 ha. Kedua, Kawasan IKN atau K-IKN dengan luas wilayah kurang lebih 56.180 ha. Ketiga, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP yang merupakan bagian dari K-IKN dengan luas wilayah kurang lebih 6.671 ha, Delapan, Peraturan Presiden tentang Pemindahan Lembaga Negara, Aparatur Sipil Negara, Perwakilan Negara Asing, dan Perwakilan Organisasi/Lembaga Internasional (Pasal 22 ayat (5) UU IKN). Kesembilan yakni, Keputusan Presiden tentang Pengalihan Kedudukan, Fungsi, dan Peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (Pasal 14 ayat (2) UU IKN).
PNS yang Ogah Dipindah ke IKN[edit | edit source]
Proses perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, Pemerintah mewajibkan seluruh PNS yang Instansinya pindah ke IKN baru untuk menaatinya. Dari pendataan per awal 2021, Kemenpan-RB menyebut 3% PNS/ASN tidak bisa dipindahkan ke Kaltim karena tingkat pendidikannya hanya lulusan SMP-SMA. Kemudian, sekitar 20% PNS akan pensiun pada 2023-2024. Pemindahan PNS ke IKN Baru pemerintah harusnya memberikan kepastian kesejahteraan dengan membuat regulasi terkait dengan remonerasi, tunjangan kemahalan dan perumahan PNS yang akan bertugas IKN lebih besar dari sebelumnya, karena faktor kebutuhan pokok di IKN lebih mahal daripada kota lain di Indonesia. Bagi PNS yang menolak dan tidak mentaati kewajiban untuk ditempatkan di seluruh Indonesia akan berpotensi dijatuhi hukuman disiplin, pada kasus penolakan ditempatkan di ibu kota baru, PNS pun akan terkena hukuman berupa hukuman disiplin sedang yang tercantum di pasal 10 huruf g. Apa bentuk hukuman disiplinnya? hukuman itu dijelaskan pada pasal 8, tepatnya pada ayat 3. Hukuman yang ada di pasal tersebut berupa pemotongan tunjangan kinerja alias tukin sebesar 25%. Paling ringan tukin dipotong selama 6 bulan, dan paling berat pemotongan tukin diberikan selama 12 bulan alias 1 tahun.