Pernak-pernik Perjalanan ke Jepang: Hari Ketiga
Dalam suatu upacara peringatan Australia Day di Canberra yang berlangsung di Commonwealth Park dekat Danau Burley Griffin, terlihat bagaimana perdana menteri hadir tanpa pengawalan yang ketat. Untuk event yang berlevel nasional oleh sebuah negara maju, upacara tersebut terkesan amat sederhana. Mertua saya yang seorang pensiunan militer yang kala itu sempat ikut menyaksikan merasa sangat heran dan tidak percaya kalau perdana menteri hadir dalam upacara tersebut. Selesai upacara perdana menteri langsung menepi dan menyapa kerumunan masyarakat yang datang menyaksikan jalannya upacara. Pengawal tidak terlihat sehingga masyarakat dapat leluasa berjabat tangan dan bahkan berbincang dengan perdana menterinya. Tentu saja pengawal tetap ada dan waspada, hanya saja caranya tidak demonstratif dan tidak seketat di negara lain.
Masih tentang Australia, seorang teman kuliah saya yang orang aseli Australia pernah menceritakan pengalamannya bertemu perdana menterinya di sebuah Bandara di Australia lantara semua penerbangan tertunda akibat cuaca buruk. “Dia datang menyalami semua orang dan berbincang-bincang seolah dia bukan perdana menteri”, cerita teman saya penuh semangat.
Bukan hanya di Australia, tetapi dari pengalaman berkunjung dan hidup di beberapa negara maju, saya berkesimpulan bahwa pada umumnya pemerintah negara-negara tersebut menggunakan pendekatan “TRUST” yang tercermin dalam berbagai kebijakan serta segenap sikap dan tindakan pemimpinnya. Terkait dengan Pelatihan Implementasi dan Evaluasi Kebijakan yang sedang saya ikuti di Tokyo dan Kyoto minggu ini, terlihat pula bahwa di Jepang evaluasi kebijakan menggunakan pendekatan “trust”. Evaluasi kebijakan tidak diatur secara ketat. Setiap instansi pemerintah diberi keleluasaan untuk melakukan evaluasi kebijakan sesuai kebutuhan masing-masing baik dari segi waktu, frekuensi maupun cara.
Gedung pemerintah seperti Tokyo Metropolitan Government Building selain sebagai markas besar pemerintahan juga memberi akses gratis ke masyarakat ke dek observasi. Di ketinggian 202 meter di gedung tersebut, masyarakat dapat menikmati pemandangan kota Tokyo, terutama di malam hari.
Karena dipercaya, maka masyarakatnyapun dapat dipercaya. Hari pertama saya di bandara Haneda Tokyo langsung beli kartu data agar bisa leluasa berinternet. Karena repot memasang kartu SIM dan mengaktifkannya, tanpa terasa amplop yang berisi uang Yen yang saya beli di Makassar terjatuh ke lantai. Ketika berjalan keluar toko, seseorang mengejar saya dari belakang dan mengatakan sesuatu dalam bahasa Jepang yang saya tidak mengerti, tetapi segera paham maknanya karena dia menunjuk ke amplop saya yang tergeletak di lantai. Juga malam ini ketika saya belanja oleh-oleh di salah satu toko, kasirnya menyusul saya dari belakang karena masih ada beberapa buah koin kembalian yang tidak saya ambil.
Semoga sekelumit pengalaman saya ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Muhammad Firdaus (talk) 22:26, 22 January 2021 (WIB)