Strategi Perencanaan Pengembangan Kompetensi Pegawai

From ASN Encyclopedia, platform crowdsourcing mengenai ASN
Revision as of 11:28, 12 October 2022 by Rabiatuladwiyah (talk | contribs) (Strategi Perencanaan Pengembangan Kompetensi Pegawai)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Saat ini era globalisasi yang terjadi menuntut setiap organisasi atau instansi untuk bersiap menghadapi perubahan yang terus terjadi sehingga dapat menjadi lebih maju dan matang. Agar suatu organisasi atau instansi dapat menjadi lebih maju dan matang seperti apa yang diharapkan,  maka   setiap   organisasi  harus   memiliki   pegawai  yang   berkualitas   dan profesional, sekaligus mempunyai daya saing yang tinggi, sehingga mampu menjadi energi pendongkrak sekaligus pondasi kuat bagi organisasi.


Pegawai sebagai sumberdaya manusia (SDM), merupakan faktor penting pada organisasi ataupun instansi. Sebagai SDM yang berada di sektor pemerintah, ASN memegang peranan terpenting untuk menyukseskan penyelenggaraan  pemerintahan dan pembangunan nasional, oleh  karena itu  letak  dan peranan  pegawai  selaku aparatur  sangat  penting sebagai penyelenggara dari suatu bentuk usaha kegiatan pemerintah.


Kemudian, pemerintah mendelegasikan kebijakan terikat dengan SDM aparatur dalam memperoleh dan mengembangkan kapasitas pegawai yang professional melalui kualitas pegawai yang cerdas, kompeten, serta memiliki kompetensi/keterampilan, dapat bersusah payah (kerja keras), kreatif, dan bermoralitas tinggi.


Terlepas dari kemajuan tekhnologi dan sumber daya organisasi yang lain, faktor manusia  tetap bepegang dalam peranan penting untuk kesuksesan organisasi  Pengembangan kompetensi ASN dihadapkan pada permasalahan baik internal maupun eksternal pemerintah. Hasil kajian Lembaga Administrasi Negara memetakkan di Indonesia setidaknya ada lima masalah pengembangan kompetensi ASN diantaranya yakni :


Pertama, penyusunan kebijakan pengembangan kepegawaian sekarang belum didasarkan pada analisa kebutuhan diklat.


Kedua, Pengembangan kapasitas ASN belum melibatkan rencana pembangunan di tingkat nasional dan daerah.


Ketiga, di tingkat organisasi, kurangnya keterikatan diantara rencana pembangunan nasional atau  daerah  penyebaban ketidakjelasan  rencana  pengembangan pegawai dan rencana strategis yang disusun.


Keempat, pengembangan kompetensi diartikan secara sempit sebagai pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan secara klasikal.

Kelima, pengembangan kompetensi dilaksanakan secara terpisah dari kebijakan pola karir.


Memasuki era revolusi industri 4.0 Indonesia dihadapi pada tantangan guna dapat mengejar keterlewatan kompetensi ASN dengan negara lainnya. Saat ini kemajuan tekhnologi 4.0 yang mesti dimanfaatkan oleh segenap Aparatur Birokrasi, selain itu ASN dituntut untuk dapat mempunyai kompetensi saat menjalankan fungsi serta tugasnya di dalam masing - masing instansi.


Pengembangan kompetensi haruslah Senantiasa merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasinya, karena dapat memastikan  bahwasanya  setiap PNS mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk mengembangkan kemampuannya.


Dapat dikatakan secara logis bahwa kunci keberhasilan instansi dapat tergantung kepada ketajaman konsep dan strategi pengembangan SDM yang mengarah kepada keberhasilan priotitas, pencapaian  tujuan, serta sasaran.  Upaya  pengembangan pegawai ini  masih seringnya terkendala  terkait dengan  masih belum  terumuskan  keahlian pegawai  dan bidang  yang perlu  ditingkatkan  untuk peningkatan  kapasitas  pegawai ASN.  Mengenai kesiapan  SDM  yang  bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan, sekarang sebagian organisasi atau instansi menyadari pentingnya peran SDM sebagai factor pencapaian tujuan atau sasaran dari organisasi.


Aparatur sipil negara (ASN) adalah komponen kunci penggerak roda  pemerintahan. Kapasitas dan kompetensi ASN perlu dikembangkan secara   berkelanjutan untuk mendukung kinerja institusi dan pencapaian target - target   prioritas pembangunan. Peningkatan  kapasitas dan  kompetensi  ASN  yang  berkelanjutan membutuhkan adanya Rencana Pengembangan Kompetensi SDM (Human Capital Development Plan/HCDP) yang komprehensif, berdasarkan analisis pemenuhan kesenjangan kompetensi yang diperlukan sebagai arahan pelaksanaan program pengembangan SDM/pegawai.


Berbicara mengenai HCDP, maka membahas tentang siklus pengelolaan SDM dalam suatu organisasi yang terintegrasi dari awal hingga akhir karier   pegawai. Melalui HCDP organisasi atau instansi dapat mengadakan review dalam kesiapan SDM-nya, dan jika diperlukan melakukan penyesuaian (adjustment) HCDP dalam mencapai sasaran baru dan target. Terkait dalam  program pengembangan sumber daya  manusia  (SDM), sekarang keberadaan HCDP sangatlah penting dan dapat dipergunakan sebagai pedoman dan peta jalan (road map) supaya pengembangan sumber daya tersebut dapat dilakukan secara langsung,  berkelanjutan,  dan berdampak  nyata  terhadap pencapaian  tujuan  organisasi, termasuk sebagai pedoman dalam melaksanakan rencana peningkatan kapasitas pegawai.


Strategi - strategi  yang  ada harus  bisa  menghasilkan pegawai  yang  dapat memenuhi tuntutan organisasi atau instansi terkait, sehingga tercapainya tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian, mengingat begitu pentingnya pengembangan akan kompetensi pegawai dalam suatu organisasi atau instansi.


Kompetensi Menurut Jack Gordon Kompetensi adalah karakteristik yang   melandasi individu yang berkaitan dengan hubungan kausal atau sebab - akibat  pelaksanaan yang efektif maupun unggul dalam pekerjaan atau situasi.   


Kompetensi melingkupi pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), nilai (value), kemampuan (skill), sikap (attitude), dan minat  (interest).


Dari tindakan tersebut dicapailah hasil. Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja. Dalam buku (Sutrisno : 2009) menyebutkan bahwa Indikator  Kompetensi menurut Jack Gordon, yaitu :


a.Pengetahuan (Knowledge)


Kesadaran. dalam domain kognitif. Misalnya, pegawai mengidentifikasi pembelajaran bagaimana melakukan pembelajaran dengan benar sesuai dengan kebutuhan yang ada di instansi / perusahaan.


b. Pemahaman (Understanding)


Kedalaman kognitif dan emosional yang dipunyai oleh individu. Misalnya, saat pegawai belajar haruslah memahami karakteristik dan kondisi kerja mereka secara efektif dan efisien.


c. Nilai (Value)


Sebuah standar perilaku yang telah diyakini serta tertanam dalam diri orang  secara psikologis. Misalnya, standar perilaku pegawai dalam menjalankan    tugasnya (keterusterangan, keterbukaan, demokrasi, dll.)


d. Kemampuan (Skill)


Sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang

dibebankan kepadanya. Misal, standar perilaku pegawai dalam memiliki metode kerja yang dinilai lebih efektif dan efisien.


e. Sikap (Attitude)


Perasaan senang / bahagia maupun tidak senang / bahagia, suka atau tidak suka) atau reaksi terhadap suatu hal yang datang dari luar. Misalnya, reaksi  terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji.


f. Minat (Interest)


Kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalkan, menjalankan

suatu kegiatan aktivitas kerja.


Dapat diberikan kesimpulan bahwa kompetensi merupakan sifat dasar, yang

melekat pada kepribadian seseorang dan memiliki perilaku yang dapat diprediksi pada beberapa situasi dan beban tugas pekerjaan sebagai  dorongan

dalam mempunyai prestasi  dan  keinginan agar  melakukan  tugasnya secara efektif.