Kebijakan di bidang SDM Aparatur dan ketenagakerjaan
Kelas Weekend Program Studi Sumber Daya Manusia Aparatur Semester Ganjil 2021/2022 Topik:Kebijakan di bidang SDM Aparatur dan ketenagakerjaan tentu perlu mengalami perubahan agar siap bekerja dan mengantarkan Indonesia emas.
Kelompok III 1. Andi Abd. Syakur 2. Andi Hajrul Aswad DP
Bagaimana Kebijakan di Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur dan Ketenagkerjaan yang ada di Indonesia saat ini. Kelompok kami akan membahas kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang merupakan Harapan dan Tantangan dalam Perekonomian Bangsa Indonesia Emas yang akan datang. Mungkin saat ini dampak positifnya belum begitu terasa karena MEA baru saja diberlakukan yaitu pada tahun 2015, namun diharapkan manfaat besarnya akan terasa pada tahun-tahun yang akan datang. Dan dibawah ini adalah beberapa dampak positif atau manfaat dari Masyarakat Ekonomi ASEAN itu sendiri. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan mendoron garus investasi dari luar masuk ke dalam negeri yang akan menciptakan multiplier effect dalam berbagai sektor khususnya dalam bidang pembangunan ekonomi. Kondisi pasar yang satu (pasar tunggal) membuat kemudahan dalam hal pembentukan joint venture (kerjasama) antara perusahaan-perusahaan di wilayah ASEAN sehingga akses terhadap bahan produksi semakin mudah. Pasar Asia Tenggara merupakan pasar besar yang begitu potensial dan juga menjanjikan dengan luas wilayah sekitar 4,5 juta kilometer persegi dan jumlah penduduk yang mencapai 600 juta jiwa. MEA memberikan peluang kepada negara-negara anggota ASEAN dalam hal meningkatkan kecepatan perpindahan sumber daya manusia dan modal yang merupakan dua faktor produksi yang sangat penting. Khusus untuk bidang teknologi, diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini menciptakan adanya transfer teknologi dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang yang ada diwilayah Asia Tenggara. Kelima hal di atas adalah merupakan dampak positif atau manfaat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang mulai berlangsung pada tahun 2015. (http://sukasosial.blogspot.com ) Selain dari kelima dampak positif yang telah dikemukakan di atas, maka berikut ini terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dari poin-poin di atas adalah merupakan ulasan yang bersifat normatif dan teoritik, tapi pada tataran pelaksanaannya belum tentu dapat terlaksana dengan baik, khususnya bagi negara-negara Asean yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah, kualitas sumber daya manusia yang rendah, tingkat investasi yang rendah serta produk-produk barang dan jasa secara kuantitatif dan kuliatatif juga masih rendah pulah. Sehingga dengan demikian pemberlakuan MEA, pada ahir tahun 2015 tidak selamnya akan berdampak positif, baik secara ekonomi, politik, sosial budaya maupun hal-hal yang terhadap negara-negara yang menjadi bahagian dari MEA, termasuk Indonesia. Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini, kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru mencapai 82 persen. Hal itu ditengarai dari empat (4) isu penting yang perlu segera diantisipasi pemerintah dalam menghadapi MEA 2015, yaitu: 1) Indonesia berpotensi sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar di antara negara-negara ASEAN semakin bertambah, 2) melebarkan perdagangan barang, 3) membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA), dan 4) masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN. Dengan demikian didalam perdagangan bebas akan ada hal positif dan negatif yang akan dialami setiap negara yang terlibat didalamnya. Tantangan bagi Indonesia kedepan adalah memwujudkan perubahan bagi masyarakatnya agar siap menghadapi perdagangan bebas di maksud. Dari uraian di atas merupakan penjelasan secara nasional dan tidak diukur dalam perspektif pemerintahan daerah (local government) dan jika diukur dalam skala kemampuan pemerintah, maka tentu ini adalah merupakan tantangan yang cukup berat. Sehingga dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa dengan berlakunya masyarakat ekonomi Asia (Mea) adalah Merupakan Harapan dan Tantangan bagi bangsa Indonesia. Konsep dan Kronologis tentang Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) Secara faktual Indonesia termasuk salah satu negara dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan bergulir mulai akhir tahun 2015 ini. MEA merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang sebelumnya telah disebut dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation pada tahun 1992. Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-5 di Singapura pada tahun 1992 tersebut para Kepala Negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun. Kemudian dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. (www.tarif.depkeu.go.id) Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Saat itu, ASEAN meluncurkan inisiatif pembentukan integrasi kawasan ASEAN atau komunitas masyarakat ASEAN melalui ASEAN Vision 2020 saat berlangsungnya ASEAN Second Informal Summit. Inisiatif ini kemudian diwujudkan dalam bentuk roadmap jangka panjang yang bernama Hanoi Plan of Action yang disepakati pada 1998. Pada KTT selanjutnya Indonesia merupakan salah satu inisiator pembentukan MEA yaitu dalam Deklarasi ASEAN Concord II di Bali pada 7 Oktober 2003 dimana Para Petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan MEA pada tahun 2015 (nationalgeographic.co.id). Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari upaya ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu juga merupakan upaya evolutif ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang berdampak pada kawasan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama ASEAN, yaitu: saling menghormati (Mutual Respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (Non-Interfence), konsensus, dialog dan konsultasi. Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar yang termasuk di dalamnya kerjasama di bidang ekonomi, yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Comunity/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Sosio-Cultural Community/ASCC). Tujuan dibentuknya MEA untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN. Selama hampir dua dekade , ASEAN terdiri dari hanya lima negara - Indonesia , Malaysia , Filipina , Singapura , dan Thailand - yang pendiriannya pada tahun 1967. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang tergabung dalam waktu yang berbeda yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995 ) , Laos dan Myanmar (1997 ) , dan Kamboja (1999 ). Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih baik dan ini akan menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Percepatan tersebut, mulai dari melakukan pembenahan internal kondisi perekonomian disuatu negara bahkan sampai melakukan kerjasama internasional dalam segala bidang untuk dapat memberikan kontribusi positif demi percepatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor budaya dan faktor daya modal. Lalu, jika melihat bagaimana Indonesia mengelola kelima faktor tersebut, beberapa faktor masih belum dapat dimaksimalkan untuk itu Indonesia dan sembilan negara lainnya membentuk ASEAN Community 2015 atau Komunitas ASEAN 2015 dengan tujuan yang baik bagi negara-negara tersebut oleh karena itu dengan terbentuknya negara-negara ASEAN maka akan dapat merubah negara ini menjadi negara-negara yang berkualitas dan berdaya saing tinggi dan dapat mengikuti era globalisasi yang semakin maju dan canggih. Indonesia harus bisa merubah ke negara yang lebih kompeten oleh karena itu, ASEAN harus bekerja sama mengatasi tiga hal utama. Pertama, mempercepat pembangunan infrastruktur dan konektivitas di negara-negara ASEAN, antar negara ASEAN, antara ASEAN dengan negara-negara mitra, melalui percepatan implementasi Masterplan on ASEAN connecitivity. Kedua meningkatkan kerja sama investasi, industri dan manufaktur lebih erat di antara negara-negara ASEAN. Ketiga, meningkatkan perdagangan intra-ASEAN yang saat ini masih cukup rendah yakni 24,2 persen. Dalam lima tahun ke depan, Presiden Jokowi mengharapkan intra-ASEAN setidaknya bisa mencapai 35 persen-40 persen, semoga dengan tambah berkembangnya semua itu presiden Jokowi bisa terus meningkatkan kemajuan negara, dengan mengolah dengan baik kekayaan yang tersimpan ditanah air Indonesia kita ini, agar menjadi negara yang makmur dan dapat mengurangi kemiskinan juga pengangguran yang sangat banyak, dengan menciptakan lapangan kerja disektor perindustrian, pembangunan yang dapat dimanfaatkan rakyat sebagai sumber mencari uang, seperti memperbaiki pasar- pasar, memantao perdagangan export-inport dengan negara lain dengan baik.
PEMBAHASAN Harapan Bangsa Indonesia Terhadap MEA Gambaran karakteristik utama MEA adalah pasar tunggal dan basis produksi; kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil; dan kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global. Dampak terciptanya MEA adalah terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal. Dari karakter dan dampak MEA tersebut di atas sebenarnya ada peluang dari momentum MEA yang bisa diraih Indonesia. Dengan adanya MEA diharapkan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Salah satunya pemasaran barang dan jasa dari Indonesia dapat memperluas jangkauan ke negara ASEAN lainnya. Pangsa pasar yang ada di Indonesia adalah 250 juta orang. Pada MEA, pangsa pasar ASEAN sejumlah 625 juta orang bisa disasar oleh Indonesia. Jadi, Indonesia memiliki kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar yang lebih luas. Ekspor dan impor juga dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah. Tenaga kerja dari negara-negara lain di ASEAN bisa bebas bekerja di Indonesia. Sebaliknya, tenaga kerja Indonesia (TKI) juga bisa bebas bekerja di negara-negara lain di ASEAN. Dari sisi liberalisasi perdagangan, produk Indonesia praktis tidak terlalu menghadapi masalah sebab hampir 80 persen perdagangan Indonesia sudah bebas hambatan. Bahkan ekonomi yang berbasis kerakyatan (UMKM) berpeluang menembus pasar negara ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan pemerataan pembangunan sebagai bagian dari penguatan ekonomi kerakyatan. Antara tahun 2011- 2013, investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-wilayah di luar pulau Jawa dengan memberikan rangsangan tax holiday. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ekonomi di masa depan bukan hanya terpusat di Jawa saja tetapi juga di luar Jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk kluster untuk pembinaan UMKM agar memiliki daya saing. Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang. Sektor-sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor. Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung. Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika Online, 2013). Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di tahun 2015 mendatang. Dampak positifnya dengan adanya MEA, tentu akan memacu pertumbuhan investasi baik dari luar maupun dalam negeri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Selain itu, penduduk Indonesia akan dapat mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan aturan yang relatif akan lebih mudah dengan adanya MEA ini karena dengan terlambatnya perekonomian nasional saat ini dan didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran per februari 2014 dibandingkan Februari 2013 hanya berkurang 50.000 orang. Padahal bila melihat jumlah pengguran tiga tahun terakhir, per Februari 2013 pengangguran berkurang 440.000 orang, sementara Dampak Positif lainnya yaitu investor Indonesia dapat memperluas ruang investasinya tanpa ada batasan ruang antar negara anggota ASEAN. Begitu pula kita dapat menarik investasi dari para pemodal-pemodal ASEAN. Para pengusaha akan semakin kreatif karena persaingan yang ketat dan para professional akan semakin meningkatakan tingkat skill, kompetansi dan profesionalitas yang dimilikinya. Tantangan atau Hambatan Terhadap MEA di Indonesia selain peluang yang terlihat di depan mata, ada pula hambatan menghadapi MEA yang harus kita perhatikan. Hambatan tersebut di antaranya : pertama, mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana hingga Febuari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia. Kedua, ketersediaan dan kualitas infrastuktur masih kurang sehingga mempengaruhi kelancaran arus barang dan jasa. Menurut Global Competitiveness Index (GCI) 2014, kualitas infrastruktur kita masih tertinggal dibandingkan negara Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. .Ketiga, sektor industri yang rapuh karena ketergantungan impor bahan baku dan setengah jadi. Keempat, keterbatasan pasokan energi. Kelima, lemahnya Indonesia menghadapi serbuan impor, dan sekarang produk impor Tiongkok sudah membanjiri Indonesia. Apabila hambatan-hambatan tadi tidak diatasi maka dikhawatirkan MEA justru akan menjadi ancaman bagi Indonesia. Keenam, Laju Peningkatan Ekspor dan Impor. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapiterlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India. Ketuju Kesamaan Produk, Kesamaan jenis produk ekspor unggulan ( sektor pertanian, perikanan, produk karet, produk berbasis kayu, dan elektronik ) merupakan salah satu penyebab pangsa perdaganagn intra-ASEAN yang hanya berkias 20-25 persen dari total perdagangan ASEAN. Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan nilai tambah bagi produk ekspornya sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dengan produk dari Negaranegara ASEAN. Homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri. Adapun dampak negatif dari MEA, yaitu dengan adanya pasar barang dan jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Saat MEA berlaku, di bidang ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang telah disepakati untuk dibuka, yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan (Media Indonesia, Kamis, 27 Maret 2014). Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi MEA. Bagaimana dengan Indonesia? Dalam rangka ketahanan nasional dengan tetap melihat Kebijakan Pemerintah Dalam Menghadapi MEA Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis dalam sektor tenaga kerja, sektor infrastuktur, dan sektor industri. Dalam menghadapi MEA, Pemerintah Indonesia menyiapkan respon kebijakan yang berkaitan dengan Pengembangan Industri Nasional, Pengembangan Infrastruktur, Pengembangan Logistik, Pengembangan Investasi, dan Pengembangan Perdagangan (www.fiskal.depkeu.go.id). Selain hal tersebut, idealnya masing-masing Kementrian dan Lembaga berusaha mengantisipasi MEA dengan langkah-langkah strategis. Untuk menghadapi persaingan dan perdagangan bebas dalam skala Asean, kebijakan-kebijakan pada berbgai sektor yang dibuat oleh pemerintah jangan hanya berskala nasional (Sentralistik) tapi juga harus bersifat desentralistik (Otonom), sebab jika kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk menghadapi MEA hanya bersifat sentralistik, maka tentunya akan terjadi ketimpangan dan ketidak seimbangan yang pada ahirnya menjadikan daerah semakin tertinggal dan tidak bisa bersaing yang pada akhirnya akan menjadi hambatan secara nasional. Selama ini ada kecenderungan pemerintah membuat kebijakan yang bersifat elitis dan sangat birokratis, sehingga seringkali pemerintah tidak memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan yang sesuai dan selaras dengan kepentingan daerahnya. Maka dengan itu Pemerintah harus memberi peluang seluas-luasnya kepada daerah untuk membuat kebijakan berdasarkan kebutuhan daerahnya dan mengubah paradigma kebijakan yang lebih mengarah ke kewirausahaan dengan mengedepankan kepentingan nasional dan daerah demi terciptanya akselerasi pembabgunan nasional dan pembagunan daerah. Dan untuk bisa menghadapi persaingan MEA, tidak hanya swasta (pelaku usaha) yang dituntut harus siap namun juga pemerintah dalam bentuk kebijakan yang pro pengusaha. Sebagaimana pada Negara lain sudah berpikir secara entrepreneurial (wirausaha), bagaimana agar pemerintah berjalan dan berfungsi laksana sebuah organisasi entrepreneurship yang berorientasi pada hasil. Maka dengan momentum MEA ini sudah tiba saatnya pemerintah Indonesia mengubah pola pikir lama yang cenderung birokratis dengan pola pikir entrepreneurship yang lebih taktis, efektif dan efisien. Sebagai contohnya adalah kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 300 triliun (US$ 30 miliar) yang kurang produktif diarahkan kepada pembiayaan yang lebih produktif misalnya investasi infrastruktur. Dalam bidang pendidikan, Pemerintah harus dapat melakukan pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu meningkatkan standar mutu sekolah menjadi keharusan agar lulusannya siap menghadapi persaingan. Kegiatan sosialisasi pada masyarakat juga harus ditingkatkan misalnya dengan Iklan Layanan Masyarakat tentang MEA yang berusaha menambah kesiapan masyarakat menghadapinya. Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, meningkatkan standar mutu pendidikan salah satunya dengan menguatkan aktor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru, dan orang tua. Menurutnya, kepemimpinan kepala sekolah menjadi kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang baik. Guru juga perlu dilatih dengan metode yang tepat, yaitu mengubah pola pikir guru. Dalam bidang Perindustrian, pemerintah harus meningkatkan industri mulai dari hulu ke hilir dalam melakukan beberapa pendekatan dan strategi. Menteri Perindustrian Saleh Husin juga memaparkan strategi Kementrian Perindustrian menghadapi MEA yaitu dengan strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif yang dimaksud meliputi penyiapan produk-produk unggulan. Dari pemetaan Kemenperin, produk unggulan dimaksud adalah industri agro seperti kakao, karet, minyak sawit, tekstil dan produk tekstil, alas kaki kulit, mebel, makanan dan minimum, pupuk dan petrokimia, otomotif, mesin dan peralatan, serta produk logam, besi, dan baja. Adapun strategi defensive dilakukan melalui penyusunan Standar Nasional Indonesia untuk produk-produk manufaktur. (www.kemenperin.go.id) Pada saat Rachmat Gobel menjadi Menteri Perdagangan ia memiliki langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2019. Salah satunya adalah mencanangkan Nawa Cita Kementerian Perdagangan, dengan menetapkan target ekspor sebesar tiga kali lipat selama lima tahun ke depan. Cara tersebut bisa dilakukan dengan membangun 5.000 pasar, pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Adapun target ekspor pada 2015 dibidik sebesar US$192,5 miliar. Selanjutnya pemerintah juga menyiapkan strategi subsititusi impor untuk meningkatkan ekspor, dan memberi nilai tambah produk dalam negeri. Pada saat ini 65 persen ekspor produk Indonesia masih mengandalkan komoditas mentah. Pemerintah berusaha membalik struktur ekspor ini yaitu dari komoditi primer ke manufaktur, dengan komposisi 35 persen komoditas dan 65 persen manufaktur. Oleh karena itu, industri manufaktur diharapkan tumbuh dan fokus pada peningkatan kapasitas produksi, untuk meningkatkan ekspor sampai 2019. Pemerintah juga mendekati industri yang berpotensi menyumbang peningkatan ekspor, misalnya industri otomotif. Diketahui, industri otomotif berencana mengekspor 50 ribu sepeda motor ke Filipina. Kementerian Perdagangan juga mendorong sektor mebel untuk semakin menggenjot ekspornya. Selain itu, sektor perikanan juga memberikan optimisme terhadap peningkatan ekspor Indonesia. Tak hanya itu, pemerintah juga akan memperkuat produk UKM dengan membina melalui kemasan, sertifikasi halal, pendaftaran merek, dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Lalu, mereka juga memfasilitasi pelaku UKM dalam pameran berskala internasional. Melalui fasilitas itu, Kementerian Perdagangan berharap, produk serta merek yang dibangun oleh pelaku UKM di Indonesia dapat dikenal secara global. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian atau catatan bagi dunia ketenagakerjaan sebelum saatnya negara kita benar-benar akan memasuki MEA. Pertama, dari sisi peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Meskipun sumber hukum ketenagakerjaan di Indonesia terdapat ketentuan hukum yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupakan peraturan pokok yang berisi pengaturan secara menyeluruh dan komprehensif di bidang ketenagakerjaan. Hal inilah yang menjadi pegangan sebagai aturan main dunia ketenagakerjaan di Indonesia saat memasuki MEA. Kedua, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja Indonesia. Kompetisi SDM antarnegara ASEAN merupakan hal yang pasti terjadi saat terbukanya gerbang MEA nanti. Bila pekerja Indonesia tidak siap menghadapi persaingan terbuka ini, MEA akan menjadi momok bagi pekerja Indonesia karena akan kalah bersaing dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya. Ketiga, dari penegak hukum khususnya pengawas ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan seharusnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa “Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan”. Dalam menghadapi MEA, posisi pengawas ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat penting dalam hubungan industrial agar semakin kondusif dan sebagai pelindung bagi pekerja dalam menghadapi persaingan global ini. Langkah strategis harus dilakukan pemerintah untuk memenangi MEA diantaranya: Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional di pasar domestik. Meningkatkan kemampuan tenaga kerja sesuai standar internasional, Meningkatkan mutu dari barang yang dibuat indonesia. Setiap barang yang di ekspor harus bisa lulus dalam pengawasan yang ketat.