Strategi Perencanaan Pengembangan Kompetensi ASN Millenial
Perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industry 4.0 dimana teknlogi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (bordless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang massif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, masalah sumber daya manusia merupakan salah satu unsur penting dalam organisasi. Sumber daya manusia berperan menentukan arah dan kemajuan sebuah organisasi.
Mengenal apa itu ASN Millenial ?
Memasuki Era Digital, tuntutan pelayanan publik yang berkualitas dan responsif semakin tinggi. Dalam kondisi perkembangan masyarakat yang dinamis, Negara diharapkan memberikan pelayanan publik yang lebih profesional, efektif, transparan, dan tepat waktu. PNS sebagai Aparatur Sipil Negara dituntut untuk mampu memaksimalkan kapasitas yang dimiliki, kemudian mengaplikasikan ke dalam tugas pokok dan fungsi sebagai sosok pelayan yang responsif terhadap keinginan dan kebutuhan masyarakat. Singkatnya, kualitas pelayanan publik di era digital ini pengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki oleh PNS.
PNS milenial merupakan kelompok generasi kelahiran antara tahun 1980 hingga 2000an yang menjadi abdi negara saat ini. Ciri khas dari generasi milenial ini adalah memiliki kepribadian yang terbuka, rasa ingin tahu yang tinggi, multitasking, sangat kreatif, serba praktis, serta bergantung pada kemajuan teknologi dan informasi. Generasi milenial adalah generasi yang tumbuh beriringan dengan hadirnya sebagai produk teknologi.
PNS Milenial dituntut untuk mampu menguasai teknologi untuk mendukung peningkatan pelayanan publik. Tuntutan ini sejalan dengan Perpres No.95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya diperlukan sistem pemerintahan berbasis elektronik. Untuk mendorong percepatan SPBE tersebut, kompetensi PNS khususnya dari generasi milenial menjadi salah satu kunci keberhasilandalam melaksanakan pemerintahan berbasis elektronik (Prasodjo & Rudita, 2014).
Pengembangan Kompetensi ASN
Pengembangan kompetensi ASN (Aparatur Sipil Negara) merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam hal penyempurnaan peraturan bidang kepegawaian sebagaimana Peraturan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. “Untuk menciptakan profesionalisme birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik terhadap masyarakat maka melalui Pusat Pelatihan dan Pengembangan serta Pemetaan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (Puslatbang PKASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) terus mengupayakan tujuan tersebut dapat terwujud sebagaimana seharusnya. Namun, hal ini akan mengalami berbagai hambatan yang disebabkan oleh politisasi kepemimpinan, kriminalitas jabatan, rendahnya kompetensi ASN, dan budaya senioritas (Nurullah, 2019)
Tiga kompetensi utama yang harus dimiliki adalah :
- Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
- Kompetensi manajerial berupa penilaian terhadap tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan;
- Kompetensi sosial kultural berupa penilaian dari pengalaman kerja yang berkaitan dengan masyarakat seperti agama, suku, dan budaya masyarakat atau dikenal dengan istilah wawasan kebangsaan.
Strategi Pengembangan Kompetensi ASN melalui e-Literasi dan edukasi kebijakan publik
Pemerintah melakukan Penyelenggaraan Diklat sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi ASN. Tujuannya adalah agar ASN menjadi profesional dan berdaya saing dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun ini membutuhkan dukungan dari literasi dan edukasi. Pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran adalah contoh bagian dari peningkatan literasi dan edukasi dalam pengembangan kompetensi yang dilakukan pemerintah saat ini. Edukasi kebijakan publik akan mempengaruhi kualitas dari manajemen publik. Hubungan ini berlaku bahkan di hadapan kontrol penentu keberhasilan program pemerintah yang lainnya.
Sebuah hubungan positif antara kinerja layanan dan edukasi kebijakan dapat terwujud dengan cara memberikan perhatian pada penerapan program edukasi kebijakan publik bagi ASN karena akan berdampak pada strategi manajemen publik dan hasil kinerja. Eliterasi dan edukasi kebijakan publik adalah salah satu strategi peningkatan kopetensi yang menawarkan dampak positif sebagai alternatif meminimalisir anggaran. Dengan kemampauan e-literasi, memudahkan pelayanan terhadap masyarakat sehingga lebih efisien dan efektif. Sedangkan edukasi kebijakan publik memberikan peran penting dalam menumbuhkan rasa tanggungjawab terhadap tugas yaitu dalam memberikan pelayanan secara adil dan netral
Strategi lain yang dapat dilakukan melalui peningkatkan e-literasi dan edukasi diantaranya;
- Pemerataan akses internet ; Akses internet yang lamban akan mempengaruhi kinerja ASN. Terlebih lagi pada kondisi di wilayah yang sangat sulit terjangkau akses internet. Maka e-literasi menjadi tidak dapat maksimal. Edukasi kebijakan publik secara terbuka dan bersosialisasi dengan pendekatan yang lebih proaktif akan ASN memahami tentang pentingnya implikasi kebijakan publik yang menjadi tanggung jawab bersama;
- Peran lembaga pendidikan dan sesama anggota ASN; Tidak dapat dipungkiri peran lembaga pendidikan tentunya dibutuhkan untuk pelatihan e-learning dan edukasi. Lembaga profesional akan mempengaruhi hasil dari kompetensi yang diselenggarakan. Lembaga ini akan diawasi oleh Komosi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagaimana berdasarkan Pasal 30 UU ASN. Melalui dialog interaktif akan mempermudah dalam proses penyerapan informasi. Tentunya tidak ada hasil yang instan yang akan bertahan lama, oleh karena itu peran sesama anggota yang saling bahu membahu dalam perbagi pengetauan akan sangat membantu dalam proses penyerapan e-literasi dan edukasi kebijakan publik;
- Proses memahami diri sendiri; Membangun sikap kritis sebagaimana literasi moral dan etika berperan dalam proses penerimaan informasi dan menciptakan Smart ASN melalui peran e-literasi dan edukasi. Menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab terhadap tugas sebagai ASN tentu tidaklah mudah. Ini akan membutuhkan perencanaan yang matang,dan pemerintah perlu mendukung program tersebut.
Diungkapkan Hartono (2019) bahwa dalam pendekatan Human Capital Process maka e-literasi dan edukasi kebijakan publik harus melalui empat tahapan yaitu, “
- Acquisition Process untuk memastikan bahwa pelaksanaan strategi eliterasi dan edukasi kebijakan publik selalu mewakili kompetensi yang dibutuhkan secara profesional;
- Development Process, untuk memastikan bahwa human asset yaitu ASN mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh e-literasi dan edukasi kebijakan publik;
- Engagement Process untuk memastikan bahwa ASN memiliki kesempatan besar dalam memperoleh e-literasi dan pemahaman pentingnya implementasi kebijakan publik terutama mereka yang memiliki kinerja tinggi harus memiliki kesempatan untuk meperoeh insentif dari instansi melalaui program Employee Enggagement, dan
- Retentian Process untuk memastikan bahwa penghargaan yang telah diberikan mampu mempengaruhi kinerja ASN terus bertahan atau bahkan meningkat.
Pelaksanaan e-literasi dan edukasi kebijakan publik bertujuan agar ASN dapat menetukan sikap netral dan adil terhadap pelayanan publik. ASN harus memahami dengan benar manfaat dan risiko, mengetaui hak dan kewajiban serta memiliki keyakinan diri atas tanggungjawab yang telah dibebankan guna meningkatkan kesejahteran bersama.