ASN Milenial for Governance 4.0

From ASN Encyclopedia, platform crowdsourcing mengenai ASN
Revision as of 08:35, 14 September 2021 by 103.105.32.19 (talk) (Era digital saat ini menuntut kapasitas ASN dalam pemanfaatan peluang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0. ASN yang memiliki kemampuan menguasai teknologi akan mendorong sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi yang sejalan dengan semangat Revolusi Industri 4.0 (Faedlulloh et al, 2020:320). Tahun 2020 hingga 2030 diprediksi Indonesia mencapai puncak populasi usia produktif sebesar 70% dari total pendudu)
Jump to navigation Jump to search
ASN Milenial
Coworking Space

Dalam rangka menyiapkan generasi emas Indonesia tahun 2045, diperlukan pembangunan sumber daya manusia dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Keberhasilan dalam membangun sumber daya manusia ini akan memberikan dampak yang signifikan pada pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan (Kemendikbud, 2017:2). Selain itu, pembangunan sumber daya manusia juga dberkaitan erat dengan metode reformasi hukum dan kehidupan sosial melalui Sustainable Development Goals (SDGs) 16, yang salah satu unsurnya adalah bagaimana sumber daya manusia mampu untik membangun institusi publik yang efektif, akuntabel, dan transparan (Gusman, 2021:111). Dan tanpa kita sadari, bahwa peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja. ASN sebagai pelaku utama mempunyai peran signifikan dalam setiap kegiatan birokrasi. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana, tanpa dukungan ASN yang handal, pelaksanaan kegiatan tidak akan terselesaikan dengan baik. ASN adalah aset yang paling penting dalam organisasi dan dapat menjadi potensi bila dikelola dengan baik dan benar, tetapi akan menjadi beban apabila salah kelola,.

Namun pada kenyataannya, semenjak dimulainya era reformasi tepatnya pada tahun 1998 sampai dengan saat ini, kondisi serta upaya yang telah dicanangkan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas birokrasi dapat dikatakan belum optimal. Masih banyak permasalahan yang melingkupi pelaksanaan birokrasi di Indonesia. Bentuk permasalahan yang terjadi tersebut di antaranya yaitu masih berlangsungnya praktik KKN, tingkat transparansi serta akuntabilitas yang masih rendah, belum optimalnya pengawasan birokrasi pemerintah itu sendiri, dan masih rendahnya etos kerja serta sikap disiplin dari para birokrat. Dan salah satu penyebabnya ditengarai adalah rendahnya kualitas ASN. Hal tersebut dapat tercermin dari kesejahteraan pegawai, proses rekruitmen dan pengembangan karir yang belum mendukung, serta budaya yang belum mampu membawa dampak positif terhadap perkembangan sumber daya aparatur.

https://yoursay.suara.com/kolom/2021/06/14/161831/tranformasi-asn-seperti-apakah-yang-dibutuhkan-oleh-birokrasi-di-indonesia).


Berdasarkan data dari BKN, jumlah PNS di Indonesia pada Desember 2020 tercatat sebanyak 4.168.118 orang. Hal tersebut tentu menjadi modalitas yang sangat besar untuk birokrasi dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Namun ternyata, dari data tersebut, kelompok usia 51 – 55 tahun masih mendominasi jumlah PNS berdasarkan usia, disusul dengan kelompok usia 56 – 60 tahun. Dari gambar di atas, dapat disimpulkan mayoritas PNS di Indonesia berusia di atas 40 tahun. Dengan adanya perbedaan usia yang jauh tersebut, menjadi tantangan bagi PNS generasi muda untuk dapat melakukan terobosan dalam pelayanan publik dan masyarakat dengan jumlah PNS yang terbatas. Birokrasi harus siap melakukan regenerasi agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan optimal (BKN, 2021:14).


Di masa sekarang ini, kita menyadari bahwa dunia sedang dihadapkan pada revolusi industri baru atau sering disebut sebagai Revolusi Industri 4.0. Fenomena ini muncul karena hadirnya teknologi informasi yang sangat cepat, seperti Artificial Intelligence (AI), Big Data, Cloud Computing, dan Internet of Thing (IoT). IoT memberikan ruang konektivitas antarorganisasi tanpa mengenal sekat-sekat waktu dan lokasi. Revolusi ini mendorong banyak institusi dapat menyediakan berbagai hal secara instan, personal (customize) dan dengan skala yang massif (Purwanto, 2019:12). Di era yang kita kenal dengan VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous) maka birokrasi dituntut untuk bergerak serba agile dan professional.

Era digital saat ini menuntut kapasitas ASN dalam pemanfaatan peluang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0. ASN yang memiliki kemampuan menguasai teknologi akan mendorong sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi yang sejalan dengan semangat Revolusi Industri 4.0 (Faedlulloh et al, 2020:320). Tahun 2020 hingga 2030 diprediksi Indonesia mencapai puncak populasi usia produktif sebesar 70% dari total penduduk Indonesia. Ini bisa jadi modal berharga bagi perekonomian dan kemajuan Indonesia jika ASN milenial sebagai generasi dengan jumlah besar dapat dikelola baik. Terlebih mereka memiliki leadership dan networking yang baik sehingga mampu mengelola individu ataupun organisasi.

Hal ini tentu saja akan membawa manfaat yang besar dalam rangka optimalisasi pelayanan publik karena nuansa pelayanan akan semakin mudah dan simple dengan kehadiran teknologi. Sistem birokrasi juga dituntut untuk melakukan redesign position dengan model Governance 4.0 yang mengusung tema/pendekatan Digital Governance, yang meliputi Talent Management, Co-Working Space, Structural Simplification, Capacity Building, dan Super Application. Konsep Co-Working Space ini menjadi yang paling menarik bagi ASN milenial karena mereka akan didesain untuk bekerja lebih fleksibel dan bisa membawa pekerjaannya kemanapun tanpa harus berada di kantor. Mereka bisa berada di kedai kopi untuk sekedar menyelesaikan laporan setelah meeting dengan rekan kerja diluar, atau menghilangkan kantuk karena terlalu bosan berada di dalam kubikel kantor. Selain karena adanya peluang menemukan kolaborasi, lingkungan kerja di co-working space menjadi lebih produktif dengan tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung guna mendukung suasana kerjanya.Ruangan dengan pencahayaan yang cukup, design interior yang menginspirasi, akses internet berkecepatan tinggi, hingga musik yang diputar melalui pengeras suara sekeliling area kerja menjadi fasilitas pendukung lain yang membuat co-working space sebagai tempat yang sesuai dalam melepas kepenatan yang selama ini muncul akibat budaya kerja tradisional (https://go-work.com/blog/pengertian-apa-itu-coworking-space).