Difference between revisions of "User talk:Mienk"
(kebijakan tunawisma) |
|||
Line 1: | Line 1: | ||
− | + | KEBIJAKAN TUNAWISMA DI KOTA MAKASSAR | |
+ | |||
Kota Makassar sebagai kota metropolis gerbang Indonesia timur menjadikan kota ini sebagai pusat perhatian bagi bebagai daerah terutama daerah-daerah penyengga di sekitarnya. Magnet kota yang menjanjikan bebagai kemewahan dan kemudahan-kemudahan secara instan membuat munculnya berbagai problem sosial yang makin kompleks, terutama Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). | Kota Makassar sebagai kota metropolis gerbang Indonesia timur menjadikan kota ini sebagai pusat perhatian bagi bebagai daerah terutama daerah-daerah penyengga di sekitarnya. Magnet kota yang menjanjikan bebagai kemewahan dan kemudahan-kemudahan secara instan membuat munculnya berbagai problem sosial yang makin kompleks, terutama Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). | ||
Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota Makassar cenderung meningkat dari waktu kewaktu yang ditandai dengan munculnya berbagai fenomena sosial yang spesifik baik bersumber dari dalam masyarakat maupun akibat pengaruh globalisasi, industrialisasi dan derasnya arus informasi dan urbanisasi. | Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota Makassar cenderung meningkat dari waktu kewaktu yang ditandai dengan munculnya berbagai fenomena sosial yang spesifik baik bersumber dari dalam masyarakat maupun akibat pengaruh globalisasi, industrialisasi dan derasnya arus informasi dan urbanisasi. |
Revision as of 11:47, 14 September 2021
KEBIJAKAN TUNAWISMA DI KOTA MAKASSAR
Kota Makassar sebagai kota metropolis gerbang Indonesia timur menjadikan kota ini sebagai pusat perhatian bagi bebagai daerah terutama daerah-daerah penyengga di sekitarnya. Magnet kota yang menjanjikan bebagai kemewahan dan kemudahan-kemudahan secara instan membuat munculnya berbagai problem sosial yang makin kompleks, terutama Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial di Kota Makassar cenderung meningkat dari waktu kewaktu yang ditandai dengan munculnya berbagai fenomena sosial yang spesifik baik bersumber dari dalam masyarakat maupun akibat pengaruh globalisasi, industrialisasi dan derasnya arus informasi dan urbanisasi. Permasalahan tersebut merupakan kenyataan sosial kemasyarakatan yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, kebodohan, urbanisasi, ketiadaan lapangan pekerjaan, sulitnya mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Walaupun Pemerintah Kota Makassar telah memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan ini melalui berbagai kebijakan baik berupa penebitan Peatuan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar, serta program-program layanan sosial lainnya, namun permasalah sosial ini masih nyata di lapangan beragam permasalahan sosial. Yang paling sering kita jumpai saat ini berupa: Masih adanya warga yang ditemukan menempati ruas-ruas jalan dan fasilitas umum sebagai tempat tidur. Menjamurnya “manusia becak” yang membawa anak-anak dan menjadikan grobak sebagai tempat tidur. Mereka ini berprofesi pemulung namun tidak jelas tempat tinggalnya. Banyaknya anak-anak muda (sebagian dibawah umur) yang beraktifitas di jalanan. Menjamurnya pengemis di jalan-jalan umum maupun tempat-tempat ramai lainnya. Maraknya kekerasan di jalanan yang mengancam keselamatan anak maupun pengguna jalan. Problem kemiskinan yang melanda daerah-daerah penyangga kota yang menyumbang gepeng di Kota Makassar.
PERMASALAHAN
Walaupun pemerintah Kota Makassar sejak tahun 2008 telah resmi menetapkan Perda tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen di Kota Makassar, namun ditemukan berbagai permasalahan sosial yang masih menjamur yaitu:
Tunawisma, yaitu orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
Gelandangan, yaitu seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, tidak mempunyai mata pencaharian dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap;
Gelandangan Psikotik yaitu Gelandangan yang mempunyai gangguan jiwa;
Pengemis yaitu seseorang atau kelompok dan/atau bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di jalanan dan/ataudi tempat umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Maraknya tindak kekerasan di jalanan serta rentannya pelanggaran hak-hak anak.
Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Makassar Tahun 2019, jumlah anak yang terjaring di jalanan sebanyak 495 orang, dan di 2018 sebanyak 504 orang (Anjal, Gepeng, Pengamen, Obat-Obatan Lem). Dari hasil penelitian yang dimuat di Jurnal Inovasi dan Pelayanan Publik Makassar, Volume 1, Desember 2019, disebutkan bahwa motivasi tindakan anak jalanan umumnya karena disuruh orang tua (50%), ingin membantu ekonomi keluarga (32.5%), dan inisiatif sendiri/untuk jajan 17.5%).
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR Dasar Hukum: • Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis • Perda Kota Makasar Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar
Implementasi Kebijakan:
o Pembinaan, meliputi; a. pendataan; b. pemantauan, pengendalian dan pengawasan; c. sosialisasi; d. kampanye. o Pelibatan para pihak (dinas sosial bekerjasama dengan LSM) o Aktif melakukan razia (patroli di beberapa tempat yang rawan jadi sarang para tunawisma).
o Penampungan sementara (dilakukan rehabilitasi sosial; bimbingan mental spiritual, fisik, sosial, pelatihan keterampilan, bantuan stimulant peralatan kerja, penempatan).
o Pendampingan sosial (oleh peksos pemerintah/swasta)
o Rujukan (kesehatan, pendidikan, APH)
o Pemberlakuan sanksi baik pelaku maupun pemberi bantuan.
(kurungan maksimal 3 bulan, denda maksimal 1.500.000 bagi pemberi bantuan di jalanan)
HAMBATAN : • Dari data di lapangan, ditemukan bahwa mayoritas anak gelandangan dan pengemis berasal dari luar Kota Makassar, seperti Jeneponto, Gowa, Takalar, Bantaeng, Sinjai dan Maros. Permasalahan ini telah dilakukan oleh Dinas Sosial yang berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat untuk memulangkan warga mereka yang sampai ke Makassar untuk mengemis. • Anggaran untuk program rehabilitasi sosial, Dinas Sosial Kota Makassar tahun 2019 menganggarkan biaya sebesar Rp. 1.996.291.780,- yang terdiri atas empat kegiatan dengan jangkauan layanan sebanyak 450 anak. Hal ini tidak berbanding dengan jumlah anak jalanan yang makin hari makin bertambah. • Tempat rehabilitasi anak yaitu RPTC Dinas Sosial Kota Makassar (Rumah Perlindungan dan Trauma Centre) belum menjadi tempat yang representative untuk menjadi pusat pembinaan anak jalanan. • Umumnya anak yang terjading belum memahami hak-hak anak dan bahaya resiko hidup di jalan. • Factor ekonomi yang membuat mereka harus hidup di jalan demi menyambung hidup disaat mereka tidak memiliki keterampilan untuk bekerja akibat rendahnya tingkat pendidikan. • Lemahnya akses mereka terhadap layanan dasar sepeti pendidikan dan kesehatan akibat administrasi kependudukan yang tidak teratur.
REKOMENDASI KEBIJAKAN Perlu mengaktifkan operasi administrasi kependudukan (operasi yustisi) secara rutin untuk mengurangi beban sosial di Kota-kota besar. Perlu membangun rumah rehabilitasi sosial (misalnya rumah susun untuk tunawisma) Perlu membangun rumah subsidi yang murah (misalnya rumah susun bersubsidi) Perlu koordinasi lintas pemerintah daerah terutama daerah penyumbang tunawisma di kota (misalnya di Makassar ini dengan Pemda Jeneponto, Gowa, Takalar, Sinjai, dan Maros) Perlunya membuka workshop ketenagakerjaan yang mudah diakses oleh para gelandangan dan pengemis Perlunya membuka lapangan kerja baru Perlunya sosialisasi yang lebih massif dan pelibatan para pihak untuk penanggulangan tunawisma di Kota Makassar. Pelibatan semua OPD dan Lembaga terkait secara terpadu dalam penanggulangan problem sosial perkotaan dimaksud terutama Satpol PP, Pembina LSM, Pengurus Panti Sosial, Bos anak jalanan, dan orang tua anak jalanan.