Difference between revisions of "Mitigasi Dan Penanggulangan Bencana"

From ASN Encyclopedia, platform crowdsourcing mengenai ASN
Jump to navigation Jump to search
(perbaikan artikel draf)
(Draf Artikel)
Line 18: Line 18:
 
* Pemasangan sensor seismograph 20 lokasi, Akselerograf 93 lokasi dan Intensitymeter di 200 lokasi pada tahun 2018 hibah Jepang (JICA) Improvement of Equipment for Disaster Risk Management in Republic of Indonesia.
 
* Pemasangan sensor seismograph 20 lokasi, Akselerograf 93 lokasi dan Intensitymeter di 200 lokasi pada tahun 2018 hibah Jepang (JICA) Improvement of Equipment for Disaster Risk Management in Republic of Indonesia.
 
* Pemasangan Earthquake Early Warning System (EEWS) dengan mekanisme hibah dari Institute of Care Life (ICL) China di 200 lokasi yaitu di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I Yogyakarta.
 
* Pemasangan Earthquake Early Warning System (EEWS) dengan mekanisme hibah dari Institute of Care Life (ICL) China di 200 lokasi yaitu di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I Yogyakarta.
 +
Selain BMKG, instansi pemerintah daerah juga sangat berperan dalam hal penanggulangan bencana seperti halnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) SulSel terus melakukan berbagai Langkah, guna mengantisipasi terjadinya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, anging putting beliung serta lainnya. Seperti :
 +
 +
1.     Membentuk Kawasan Siaga Bencana dan program mitigasi dengan mengedukasi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan mitigasi bencana,
 +
 +
2.     Melakukan sinergitas dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka melindungi segenap warga dari ancaman bencana
 +
 +
3.     Membekali Pemda SulSel dengan melibatkan seluruh Kepala daerah kabupaten/kota untuk mengingatkan adanya potensi ancaman bencana yang beragam di Bumi Hasanuddin tentang bagaimana dan apas aja yang harus dilakukan kemudian dituangkan kedalam Manajemen kebencanaan dengan memikirkan Langkah konkret dan strategi jangka Panjang dalam mencari solusi yang permanen dengan cara pencegahan, mitigasi dan juga pengurangan risiko bencana dengan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapasiagaan, pada masa tanggap darurat hingga setelah bencana dan pemulihan;
 +
 +
4.     Pemetaan wilayah rawan bencana alam dan persiapan guna mengantisipasi terjadinya bencana alam.
 +
 +
“Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa ini musibah, karena kita memang tinggal di daerah yang rawan bencana. Suka tidak suka, kita berada di wilayah rawan bencana. Untuk itu, masyarakat harus tampil terdepan dalam meminimalisir bencana, dan masyarakat pula yang pertama merespon terjadinya bencana.
 +
 +
tak satu pun daerah di Indonesia yang aman dari bencana, sehingga dibutuhkan langkah antisipatif melalui program mitigasi bencana yang tepat guna meminimalisir terjadinya bencana. Salah satunya adalah membentuk Kawasan Siaga Bencana, Kampung Siaga Bencana (KSB) dan program mitigasi lainnya.
 +
 
Sesuai dengan deklarasi Hyogo yang ditetapkan pada Konferensi Dunia tentang Pengurangan Bencana, di Kobe, Jepang, pertengahan Januari 2005, menyatakan bahwa: “Negara-negara mempunyai tanggung jawab utama untuk melindungi orang-orang dan harta benda yang berada dalam wilayah kewenangan dan dari ancaman dengan memberikan prioritas yang tinggi kepada pengurangan resiko bencana dalam kebijakan nasional, sesuai dengan kemampuan mereka dan sumber daya yang tersedia kepada mereka.
 
Sesuai dengan deklarasi Hyogo yang ditetapkan pada Konferensi Dunia tentang Pengurangan Bencana, di Kobe, Jepang, pertengahan Januari 2005, menyatakan bahwa: “Negara-negara mempunyai tanggung jawab utama untuk melindungi orang-orang dan harta benda yang berada dalam wilayah kewenangan dan dari ancaman dengan memberikan prioritas yang tinggi kepada pengurangan resiko bencana dalam kebijakan nasional, sesuai dengan kemampuan mereka dan sumber daya yang tersedia kepada mereka.
  

Revision as of 15:01, 16 March 2021

rapat koordinasi mitigasi bencana
sumber : bmkg.go.id
Mitigasi Bencana sejak dini
sumber : bmkg.go.id

Mitigasi Bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Menginjak awal tahun 2020, banjir serta banjir bandang yang diikuti tanah longsor melanda beberapa daerah di tanah air dan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Kabupaten Lebak dan Tangerang di Provinsi Banten, Bogor, Bandung Barat dan Bekasi di Provinsi Jawa Barat, Kepulauan Sangihe di Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Sikka di Provinsi Nusa Tenggara Timur, bahkan DKI Jakarta, menjadi daerah daerah terdampak bencana banjir serta banjir bandang. Berdasarkan prediksi cuaca yang dirilis oleh Badan

Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ancaman terjadinya bencana banjir dan tanah longsor masih sangat terbuka. Perihal kemungkinan tersebut, Menteri Dalam Negeri telah menginstruksikan setiap kepala daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota untuk waspada dan tanggap bencana.

Berbagai kegiatan yang dilakukan BMKG dalam program mitigasi bencana antara lain :

  • Untuk penyampaian layanan informasi cuaca aktual, prakiraan cuaca, tinggi gelombang, arah dan kecepatan angin di bandara, pelabuhan, tempat-tempat publik dan daerah wisata maka sampai dengan tahun 2019 telah terpasang 172 display indoor dan 8 display outdoor. Hal ini merupakan kerjasama dengan pengelola bandara maupun pelabuhan yaitu Pihak angkasa pura dan pelindo.
  • Modernisasi dan penguatan jaringan peralatan meteorology maritim juga terus dilakukan pembaharuan sehingga pada tahun 2019 BMKG dapat memberikan informasi kecepatan arus dan tinggi gelombang secara real time serta membantu prakirawan dalam meningkatkan akurasi prakiraan cuaca maritim, dengan rincian peralatan: penambahan AWS pelabuhan di 11 lokasi pada tahun 2017, pengadaan 1 unit Wave Glider dan 1 unit Wave Recorder dan pemasangan HF Radar di 4 lokasi serta ADCP (5 lokasi) pada tahun 2018.
  • Sampai dengan 2019, BMKG secara akumulasi tercatat telah mengeluarkan informasi peringatan dini cuaca ekstrim sebanyak 43.102 kali (empat puluh tiga ribu seratus dua) untuk 34 provinsi. Adapun skala spasial dari informasi yang diberikan adalah pada skala kabupaten hingga kecamatan, yang disampaikan kepada masyarakat melalui website dan media sosial sehingga diharapkan dapat bermanfaat untuk mengantisipasi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari cuaca ekstrim yang diprakirakan.
  • BMKG menyediakan sistem prediksi banjir pesisir untuk wilayah Jakarta dan Semarang yang disebut dengan INACIFS (Indonesia Coastal Inundation Forecasting System) yang diupdate setiap dua kali sehari untuk prakiraan 3 hari ke depan, yang dapat diakses melalui https://petamaritim.bmkg.go.id/cifs/
  • Awal tahun 2019, BMKG yang bekerja sama dengan BNPB telah membangun sistem prakiraan cuaca berbasis dampak dalam platform berbasis web (signature) dan diharapkan produk informasi tersebut mampu mengurangi dampak yang dihasilkan oleh bencana hidro-meteorologi yang dapat diakses melalui http://signature.bmkg.go.id.
  • Seiring perkembangan teknologi informasi dan makin maraknya penggunaan media sosial serta berita online, maka BMKG juga secara masif memproduksi bahan diseminasi dalam bentuk digital yaitu berupa film pendek terkait edukasi informasi iklim, film dokumenter, infografis maupun videografis tentang beragam informasi ikim yang secara rutin disebarkan melalui berbagai platform media sosial media massa baik surat kabar maupun media berita online.
  • Di sektor kesehatan sejak tahun 2017 BMKG telah menginisiasi kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan untuk penyusunan Informasi Peringatan Dini Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Iklim. Pada akhir tahun 2018, BMKG dan Dinas Kesehatan telah menyepakati operasionalisasi Peringatan Dini DBD untuk Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
  • Pemasangan sensor seismograph 20 lokasi, Akselerograf 93 lokasi dan Intensitymeter di 200 lokasi pada tahun 2018 hibah Jepang (JICA) Improvement of Equipment for Disaster Risk Management in Republic of Indonesia.
  • Pemasangan Earthquake Early Warning System (EEWS) dengan mekanisme hibah dari Institute of Care Life (ICL) China di 200 lokasi yaitu di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi D.I Yogyakarta.

Selain BMKG, instansi pemerintah daerah juga sangat berperan dalam hal penanggulangan bencana seperti halnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) SulSel terus melakukan berbagai Langkah, guna mengantisipasi terjadinya bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, anging putting beliung serta lainnya. Seperti :

1.     Membentuk Kawasan Siaga Bencana dan program mitigasi dengan mengedukasi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan mitigasi bencana,

2.     Melakukan sinergitas dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka melindungi segenap warga dari ancaman bencana

3.     Membekali Pemda SulSel dengan melibatkan seluruh Kepala daerah kabupaten/kota untuk mengingatkan adanya potensi ancaman bencana yang beragam di Bumi Hasanuddin tentang bagaimana dan apas aja yang harus dilakukan kemudian dituangkan kedalam Manajemen kebencanaan dengan memikirkan Langkah konkret dan strategi jangka Panjang dalam mencari solusi yang permanen dengan cara pencegahan, mitigasi dan juga pengurangan risiko bencana dengan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapasiagaan, pada masa tanggap darurat hingga setelah bencana dan pemulihan;

4.     Pemetaan wilayah rawan bencana alam dan persiapan guna mengantisipasi terjadinya bencana alam.

“Indonesia adalah negara yang rawan bencana. Kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa ini musibah, karena kita memang tinggal di daerah yang rawan bencana. Suka tidak suka, kita berada di wilayah rawan bencana. Untuk itu, masyarakat harus tampil terdepan dalam meminimalisir bencana, dan masyarakat pula yang pertama merespon terjadinya bencana.

tak satu pun daerah di Indonesia yang aman dari bencana, sehingga dibutuhkan langkah antisipatif melalui program mitigasi bencana yang tepat guna meminimalisir terjadinya bencana. Salah satunya adalah membentuk Kawasan Siaga Bencana, Kampung Siaga Bencana (KSB) dan program mitigasi lainnya.

Sesuai dengan deklarasi Hyogo yang ditetapkan pada Konferensi Dunia tentang Pengurangan Bencana, di Kobe, Jepang, pertengahan Januari 2005, menyatakan bahwa: “Negara-negara mempunyai tanggung jawab utama untuk melindungi orang-orang dan harta benda yang berada dalam wilayah kewenangan dan dari ancaman dengan memberikan prioritas yang tinggi kepada pengurangan resiko bencana dalam kebijakan nasional, sesuai dengan kemampuan mereka dan sumber daya yang tersedia kepada mereka.

Pemerintah dengan sebuah pengembangan program manajemen bencana dapat melakukan koordinasi yang baik. Berdasarkan pada hukum kemanusiaan internasional, pemerintah nasional merupakan pihak utama yang harus merespon bencana alam.Hal ini mengacu pada Pasal 3 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa penanggulangan bencana harus didasarkan pada azas atau prinsip-prinsip utama anatara lain: kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 10, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Lembaga non-departemen yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana ini berlaku sebagai leading sector dalam penanganan bencana alam yang terjadi di Indonesia.

Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diharapkan,  Pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Untuk keperluan itu, maka ditetapkan pula ketentuan pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Hal ini secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 18.

Peran BPBD sebagai agen pemerintah dalam penanggulangan bencana alam didaerah yaitu :

  • BPBD merupakan lembaga pemerintah daerah yang menjalankan fungsi koordinasi dalam pencegahan dan kesiapsiagaan dalam pengurangan risiko bencana. BPBD bekerjasama dengan berbagai instansi, memantau titik-titik rawan bencana, serta membentuk program pemberdayaan masyarakat yang diharapkan mampu mengurangi risiko bencana serta menjadi media penyebarluasan informasi.
  • Dalam penanganan tanggap darurat, BPBD membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk melakukan penyelamatan dan evakuasi korban. Untuk itu, dibentuk Posko bantuan bencana yang berfungsi sebagai tempat pengungsian sementara serta untuk berkoordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait dengan penanggulangan bencana.
  • Dalam hal rehabilitasi pasca bencana, BPBD melakukan kegiatan perbaikan lingkungan, sarana dan prasarana, bantuan materiil, kesehatan dan lain sebagainya guna memulihkan lokasi terdampak bencana.
  • Untuk rekonstruksi pasca bencana, BPBD melakukan proses kegiatan yang terencana, tepat sasaran, dan tertib sehingga mampu meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana di masa mendatang. Untuk kegiatan ini, BPBD mendapatkan bantuan dana dari BPBD Provinsi dan BNPB serta dari masyarakat.