Difference between revisions of "Kerangka Umum Pembelajaran di Tempat Kerja"
Line 1: | Line 1: | ||
+ | Artikel ini merupakan bagian dari proyek perubahan PKN I yang saya ikuti pada tahun 2018 dan dipublikaskan pada [https://www.wplconnection.net/post/kerangka-umum-sistem-pembelajaran-di-tempat-kerja wplconnection.net] | ||
Pembelajaran di tempat kerja sifatnya lebih informal, terbuka, fleksibel dan tidak terlalu terstruktur sebagaimana pembelajaran klasikal di ruang kelas dalam sebuah lembaga pelatihan. Bahkan pegawai dalam organisasi tidak menyadari sepenuhnya bahwa mereka belajar di tempat kerja. Hal ini membuat pembelajaran di tempat kerja kurang diapresiasi peranannya dan manfaatnya. Padahal berbagai hasil penelitian menunjukkan 70-90 persen dari proses pembelajaran yang kita alami terjadi di luar ruang kelas. David Blake, seorang pemerhati pembelajaran informal, mengatakan ketika pegawai ingin mengetahui sesuatu yang baru, 69% bertanya ke pimpinannya, 55% ke temannya, 47% mencari dari sumber online, 21% mengandalkan unit pengembangan kompetensi, dalam hal ini pelatihan formal. | Pembelajaran di tempat kerja sifatnya lebih informal, terbuka, fleksibel dan tidak terlalu terstruktur sebagaimana pembelajaran klasikal di ruang kelas dalam sebuah lembaga pelatihan. Bahkan pegawai dalam organisasi tidak menyadari sepenuhnya bahwa mereka belajar di tempat kerja. Hal ini membuat pembelajaran di tempat kerja kurang diapresiasi peranannya dan manfaatnya. Padahal berbagai hasil penelitian menunjukkan 70-90 persen dari proses pembelajaran yang kita alami terjadi di luar ruang kelas. David Blake, seorang pemerhati pembelajaran informal, mengatakan ketika pegawai ingin mengetahui sesuatu yang baru, 69% bertanya ke pimpinannya, 55% ke temannya, 47% mencari dari sumber online, 21% mengandalkan unit pengembangan kompetensi, dalam hal ini pelatihan formal. | ||
Line 77: | Line 78: | ||
* Pemberian kesempatan untuk belajar berkelanjutan, | * Pemberian kesempatan untuk belajar berkelanjutan, | ||
* Peningkatan kemampuan ke level yang lebih tinggi. | * Peningkatan kemampuan ke level yang lebih tinggi. | ||
+ | |||
+ | [[User:Muhammadfirdaus290|Muhammad Firdaus]] ([[User talk:Muhammadfirdaus290|talk]]) 20:54, 31 January 2021 (WIB) | ||
+ | |||
+ | [[Category:Pengembangan Kompetensi]] |
Latest revision as of 20:54, 31 January 2021
Artikel ini merupakan bagian dari proyek perubahan PKN I yang saya ikuti pada tahun 2018 dan dipublikaskan pada wplconnection.net
Pembelajaran di tempat kerja sifatnya lebih informal, terbuka, fleksibel dan tidak terlalu terstruktur sebagaimana pembelajaran klasikal di ruang kelas dalam sebuah lembaga pelatihan. Bahkan pegawai dalam organisasi tidak menyadari sepenuhnya bahwa mereka belajar di tempat kerja. Hal ini membuat pembelajaran di tempat kerja kurang diapresiasi peranannya dan manfaatnya. Padahal berbagai hasil penelitian menunjukkan 70-90 persen dari proses pembelajaran yang kita alami terjadi di luar ruang kelas. David Blake, seorang pemerhati pembelajaran informal, mengatakan ketika pegawai ingin mengetahui sesuatu yang baru, 69% bertanya ke pimpinannya, 55% ke temannya, 47% mencari dari sumber online, 21% mengandalkan unit pengembangan kompetensi, dalam hal ini pelatihan formal.
Pola ini akan semakin mengemuka seiring perkembangan teknologi informasi yang menciptakan networked-society sehingga memudahkan akses terhadap informasi dan pengetahuan. Selain itu, generasi millennial yang sangat mahir memanfaatkan teknologi informasi dalam belajar telah masuk ke dalam dunia kerja, termasuk di ASN. Mereka memiliki gaya belajar yang lebih terbuka dan fleksibel.
Dalam konteks corporate university, pembelajaran di tempat kerja mendapatkan perhatian yang serius. Corporate univeristy menggabungkan, bahkan memadukan pembelajaran klasikal di ruang kelas dan pembelajaran di tempat kerja dalam rangka meningkatkan kompetensi pegawai agar mereka mampu bersama sama mewujudkan visi, misi, tujuan dan strategi organisasi. Dalam corporate university, Pusat Pelatihan yang ada tidak dipauskan, tetapi bahkan diberi peran lebih, yakni selain sebagai suplier pembelajaran juga sebagai pemberdaya proses pembelajaran di tempat kerja. Olehnya itu Pusdiklat harus mengubah strateginya untuk menyesuaikan dengan tuntutan, selera dan gaya belajar pegawai masa kini.
Namun tantangannya adalah sistem pembelajaran di tempat kerja belum terbangun. Tanpa sistem ini, maka corporate university hanya sekadar nama baru yang megah bagi Pusat Pelatihan. Corporate university dicirikan oleh terbukanya kesempatan belajar yang luas dan fleksibel dan beragamnya metode delivery. Pada satu sisi, pembelajaran di tempat kerja memang sifatnya lebih informal sehingga susah di tangkap oleh sistem formal. Tetapi pada sisi lain, jika tidak ada rambu-rambu maka sulit diakui oleh sistem formal yang nota bene merupakan fondasi organisasi model birokrasi, termasuk organisasi pemerintah. Olehnya itu, harus ada titik keseimbangan dimana pada satu sisi pembelajaran di tempat kerja dibiarkan tumbuh subur dalam situasi informal, tetapi pada sisi lain ada semacam kerangka yang memungkinkan proses dan hasilnya dapat divalidasi sehingga memdapatkan pengakuan dalam sistem formal pengembangan kompetensi pegawai.
Oleh karena itu, saya memperkenalkan suatu model yang bisa menjadi cikal bakal sistem pembelajaran di tempat kerja. Model ini mencoba menyeimbangkan keunggulan sisi informal dari proses pembelajaran di tempat kerja dan formalitas yang dibutuhkan oleh sistem pengembangan kompetensi yang ada.
Model ini memperlihatkan adanya apresiasi terhadap perjalanan pembelajaran (learning journey) pegawai di tempat kerja. Beberapa fase awal sifatnya lebih formal dan beberapa fase lanjut sifatnya lebih informal. PLAN-DO-CHECK yang populer diadaptasi dan dikembangkan lebih jauh dengan manambahkan MAINTAIN. Selanjutnya masing fase tersebut dibagi ke dalam beberapa langkah yang lebih operasional.
Dalam model ini, peranan organisasi dominan pada fase yang bersifat lebih formal, yakni tahap 1 hingga tahap 5. Tahap 2, 3, dan 4 tidak harus dilakukan secara sekuens, tetapi bisa juga bersamaan tergantung situasi. Fase yang lebih formal ini diperuntukkan bagi pegawai yang level pengetahuan di bidang yang akan dipelajari masih terbatas, misalnya pegawai baru, pegawai lama yang mendapat penugasan baru dan sebagainya. Pada fase ini pula organisasi berkesempatan untuk menilai secara formal proses dan hasil pembelajaran di tempat kerja. Pegawai yang menurut uji kompetensi telah memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan bisa langsung ke fase yang lebih informal. Model ini menganut prinsip pembelajaran scaffolding dimana pegawai diberi dukungan yang banyak di tahap awal dan dikurangi ketika mereka sudah semakin mandiri.
Untuk fase selanjutnya yang lebih informal organisasi tinggal menyediakan lingkungan belajar yang kondusif dan sistem dukungan yang memadai bagi pegawai untuk lebih mandiri mengejar peluang belajar dan prestasi yang lebih besar. Mereka yang melewati tahap 5 berhak masuk dalam program talenta.
Selama ini, berbagai bentuk pembelajaran di tempat kerja dipandang dan diperlakukan sebagai instrumen yang berdiri sendiri. Model ini mencoba menjejer berbagai model delivery yang ada ke dalam learning journey pegawai secara utuh. Model ini memetakan peruntukan berbagai macam bentuk pembelajaran ke tahapan-tahapan yang lebih sesuai. Mentoring, misalnya, merupakan bentuk pembelajaran bagi pegawai yang tingkat kompetensinya sudah lebih tinggi. Berbagai bentuk pembelajaran di tempat kerja dapat ditempatkan pada salah satu atau beberapa tahapan menurut karakteristik dan peruntukannya. Misalnya, coaching yang mengandalkan proses bertanya dan menggali bisa ditempatkan pada tahap 6 (Dukungan). Seseorang yang telah melewati proses magang misalnya tidak lantas berhenti, masih banyak peluang di fase MAINTENACE yang perlu dilewati untuk menjadi seorang pegawai yang paripurna.
Model ini dapat membantu organisasi melakukan perencanaan pengembangan kompetensi dengan lebih baik dengan mencocokkan model pembelajaran dengan level seseorang.
Secara sederhana tahap 1-5 menjamin bahwa kewajiban organisasi telah tertunaikan dengan memberikan pembelajaran yang berkualitas. Selanjutnya tahap 6-8 mendorong pembelajaran bagi mereka yang memiliki talenta. Berikut penjelasan yang lebih detail mengenai setiap tahapan dalam sistem pembelajaran di tempat kerja.
PERSIAPAN
Pemberian informasi kepada pegawai secara individu maupun kelompok mengenai
- Kompetensi apa yang akan dibangun,
- Apa tujuannya,
- Persyaratan yang harus dipenuhi,
- Waktu dan durasi pembelajaran,
- Resources yang dibutuhkan/diberikan,
- Hasil akhir yang diharapkan.
ORIENTASI
Pemberian kesempatan kepada pegawai untuk memahami dan mencermati
- Konsep,
- Prinsip,
- Prosedur.
DEMONSTRASI
Pemberian kesempatan kepada pegawai secara individu maupun kelompok untuk melihat bagaimana konsep, prinsip, prosedur diperagakan oleh ahlinya dalam konteks pekerjaan yang sebenarnya
PRAKTEK
Pemberian kesempatan kepada pegawai untuk mengalami langsung apa yang dipelajari
- Pemberian feedback,
- Pemberian motivasi,
- Tetap didampingi.
VALIDASI DAN APRESIASI
Memeriksa apa yang telah berhasil dipelajari
- Self-assessment,
- Observasi,
- Feedback,
- Standar kopetensi level berapa yang dicapai,
- Deskripsi hasil pembelajaran,
- Visualisasi level kompetensi yang dicapai.
DUKUNGAN
- Pemberian dukungan ketika dibutuhkan (Just-in-time),
- Dorongan untuk lebih mandiri (Self-driven),
PENGARUH
Pemberian dukungan untuk belajar yang lebih holistik untuk tujuan pengembangan karir ke depan
KONEKSI
- Pengintegrasian ke komunitas kerja,
- Pemberian kesempatan untuk belajar berkelanjutan,
- Peningkatan kemampuan ke level yang lebih tinggi.
Muhammad Firdaus (talk) 20:54, 31 January 2021 (WIB)