Difference between revisions of "Belajar dari Mengerjakan Pekerjaan"

From ASN Encyclopedia, platform crowdsourcing mengenai ASN
Jump to navigation Jump to search
(gagasan awal)
 
Line 1: Line 1:
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini pengembangan kompetensi pegawai masih didominasi oleh bentuk pembelajaran secara formal dan terstruktur didalam ruang kelas pada pada pusat-pusat pelatihan. Tidak ada yang salah dengan model pemelajaran seperti, hanya saja jika dijadikan sebagai satu-satunya andalan pengembangan kompetensi pegawai maka sesungguhnya organisasi melewatkan banyak kesempatan belajar bagi pegawainya. Bentuk pembelajaran konvensional yang berbasis ruang kelas memiliki keterbatasan inheren yang perlu disuplemen dengan bentuk pembelajaran lainnya.
 
Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini pengembangan kompetensi pegawai masih didominasi oleh bentuk pembelajaran secara formal dan terstruktur didalam ruang kelas pada pada pusat-pusat pelatihan. Tidak ada yang salah dengan model pemelajaran seperti, hanya saja jika dijadikan sebagai satu-satunya andalan pengembangan kompetensi pegawai maka sesungguhnya organisasi melewatkan banyak kesempatan belajar bagi pegawainya. Bentuk pembelajaran konvensional yang berbasis ruang kelas memiliki keterbatasan inheren yang perlu disuplemen dengan bentuk pembelajaran lainnya.
  
Kita tengah menjalani era peradaban informasi yang ditandai dengan "tzunami" informasi dan pengetahuan. Alih-alih memberikan solusi, kuantitas informasi dan pengetahuan yang berlebihan malah menimbulkan ketidakpastian dan berbagai permasalahan. Fenomena Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA) tidak terlepas dari tzunami informasi ini. Implikasinya adalah setiap orang, termasuk pegawai dalam organisasi, perlu mengupdate kompetensinya cecara terus menerus agar mampu merespon kondisi hiruk-pikuk tersebut. Disinilah letak kelemahan pembelajaran konvensional yang mengisolir proses belajar dari tempat kerja. Alasan klasik pemisahan ini adalah agar pegawai dapat berkonsentrasi belajar dan tidak diganggu oleh pekerjaan. Kenyataannya, tersurat ataupun tersirat surat tugas mengikuti pelatihan dianggap pembebasan sementara dari tugas. Kalau peserta pelatihan adalah seorang pimpinan biasanya perlu ditunjuk seorang pelaksana tugas harian. Bahkan lokasi pelatihan tidak jarang berada di atas gunung yang terpencil.
+
Kita tengah menjalani era peradaban informasi yang ditandai dengan "tzunami" informasi dan pengetahuan. Alih-alih memberikan solusi, kuantitas informasi dan pengetahuan yang berlebihan malah menimbulkan ketidakpastian dan berbagai permasalahan. Fenomena Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA) tidak terlepas dari tzunami informasi ini. Implikasinya adalah setiap orang, termasuk pegawai dalam organisasi, perlu mengupdate kompetensinya cecara terus menerus agar mampu merespon kondisi hiruk-pikuk tersebut. Disinilah letak kelemahan pembelajaran konvensional yang mengisolir proses belajar dari tempat kerja. Alasan klasik pemisahan ini adalah agar pegawai dapat berkonsentrasi belajar dan tidak diganggu oleh pekerjaan. Kenyataannya, tersurat ataupun tersirat surat tugas mengikuti pelatihan dianggap pembebasan sementara dari tugas. Kalau peserta pelatihan adalah seorang pimpinan biasanya perlu ditunjuk seorang pelaksana tugas harian. Bahkan lokasi pelatihan tidak jarang berada di atas gunung yang terpencil. Masalahnya, ketika turun gunung mereka berhadapan dengan realitas pekerjaan yang kompleks yang tidak mampu dihadirkan di ruang kelas ketika mengikuti pelatihan. Akibatnya pengetahuan mereka tidak siap digunakan.  
  
 
Gambaran klasik pelatihan konvensional di atas tentu tidak sepenuhnya akurat untuk era sekarang. Model pelatihan telah mengalami pergeseran dalam tataran tertentu. Namun paradigma yang mendasarinya tetap sama yaitu cognitivism. Paradigma ini memandang pembelajaran sebagai proses psikologis yang terjadi di dalam pikiran individu. Proses belajar dianalogikan dengan mengisi gelas. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan struktur penyimpanan informasi dalam memori. Karena berbasis ruang fisik dan waktu maka kuota peserta terbatas dan tentu juga mahal. Pegawai ASN yang memiliki hak untuk mendapatkan hak pengembangan kompetensi minimal 20 jam pembelajaran per tahun masih berat dipenuhi kalau hanya mengandalkan pelatihan konvensional.
 
Gambaran klasik pelatihan konvensional di atas tentu tidak sepenuhnya akurat untuk era sekarang. Model pelatihan telah mengalami pergeseran dalam tataran tertentu. Namun paradigma yang mendasarinya tetap sama yaitu cognitivism. Paradigma ini memandang pembelajaran sebagai proses psikologis yang terjadi di dalam pikiran individu. Proses belajar dianalogikan dengan mengisi gelas. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan struktur penyimpanan informasi dalam memori. Karena berbasis ruang fisik dan waktu maka kuota peserta terbatas dan tentu juga mahal. Pegawai ASN yang memiliki hak untuk mendapatkan hak pengembangan kompetensi minimal 20 jam pembelajaran per tahun masih berat dipenuhi kalau hanya mengandalkan pelatihan konvensional.
  
Jika ada yang berminat melanjutkan, dengan senang hati dpersilahkan .....
+
Dengan kebutuhan belajar yang sifatnya terus menerus agar pegawai dapat merespon dinamika tantangan pekerjaanya maka tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri harus dijadikan sebagai kesempatan belajar. Ketika belajar dan bekerja tidak berjarak maka apa yang dipelajari sepenuhnya aplicable. Kompleksitas pekerjaan dan lingkungan organisasi terserap sekaligus sehingga hasil pembelajaran bersifat kontekstual.
 +
 
 +
Kesulitan untuk mengakomodasi pembelajaran di tempat kerja adalah karena sifatnya informal dan kurang terstruktur, sementara organisasi dewasa ini swasta maupun pemerintah berbentuk birokrasi yang menekankan pada legalitas formal. Dengan demikian perlu dikembangkan validasi pembelajaran di tempat kerja agar bisa terakomodasi secara formal dalam organisasi.
 +
 
 +
Buku terkait berikut ini memberikan penjelasan lebih jau mengenai pembelajaran di tempat kerja.
 +
[[File:Belajardan bekerja.jpg|left|thumb]]

Revision as of 08:51, 7 July 2021

Tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini pengembangan kompetensi pegawai masih didominasi oleh bentuk pembelajaran secara formal dan terstruktur didalam ruang kelas pada pada pusat-pusat pelatihan. Tidak ada yang salah dengan model pemelajaran seperti, hanya saja jika dijadikan sebagai satu-satunya andalan pengembangan kompetensi pegawai maka sesungguhnya organisasi melewatkan banyak kesempatan belajar bagi pegawainya. Bentuk pembelajaran konvensional yang berbasis ruang kelas memiliki keterbatasan inheren yang perlu disuplemen dengan bentuk pembelajaran lainnya.

Kita tengah menjalani era peradaban informasi yang ditandai dengan "tzunami" informasi dan pengetahuan. Alih-alih memberikan solusi, kuantitas informasi dan pengetahuan yang berlebihan malah menimbulkan ketidakpastian dan berbagai permasalahan. Fenomena Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA) tidak terlepas dari tzunami informasi ini. Implikasinya adalah setiap orang, termasuk pegawai dalam organisasi, perlu mengupdate kompetensinya cecara terus menerus agar mampu merespon kondisi hiruk-pikuk tersebut. Disinilah letak kelemahan pembelajaran konvensional yang mengisolir proses belajar dari tempat kerja. Alasan klasik pemisahan ini adalah agar pegawai dapat berkonsentrasi belajar dan tidak diganggu oleh pekerjaan. Kenyataannya, tersurat ataupun tersirat surat tugas mengikuti pelatihan dianggap pembebasan sementara dari tugas. Kalau peserta pelatihan adalah seorang pimpinan biasanya perlu ditunjuk seorang pelaksana tugas harian. Bahkan lokasi pelatihan tidak jarang berada di atas gunung yang terpencil. Masalahnya, ketika turun gunung mereka berhadapan dengan realitas pekerjaan yang kompleks yang tidak mampu dihadirkan di ruang kelas ketika mengikuti pelatihan. Akibatnya pengetahuan mereka tidak siap digunakan.

Gambaran klasik pelatihan konvensional di atas tentu tidak sepenuhnya akurat untuk era sekarang. Model pelatihan telah mengalami pergeseran dalam tataran tertentu. Namun paradigma yang mendasarinya tetap sama yaitu cognitivism. Paradigma ini memandang pembelajaran sebagai proses psikologis yang terjadi di dalam pikiran individu. Proses belajar dianalogikan dengan mengisi gelas. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan struktur penyimpanan informasi dalam memori. Karena berbasis ruang fisik dan waktu maka kuota peserta terbatas dan tentu juga mahal. Pegawai ASN yang memiliki hak untuk mendapatkan hak pengembangan kompetensi minimal 20 jam pembelajaran per tahun masih berat dipenuhi kalau hanya mengandalkan pelatihan konvensional.

Dengan kebutuhan belajar yang sifatnya terus menerus agar pegawai dapat merespon dinamika tantangan pekerjaanya maka tempat kerja dan pekerjaan itu sendiri harus dijadikan sebagai kesempatan belajar. Ketika belajar dan bekerja tidak berjarak maka apa yang dipelajari sepenuhnya aplicable. Kompleksitas pekerjaan dan lingkungan organisasi terserap sekaligus sehingga hasil pembelajaran bersifat kontekstual.

Kesulitan untuk mengakomodasi pembelajaran di tempat kerja adalah karena sifatnya informal dan kurang terstruktur, sementara organisasi dewasa ini swasta maupun pemerintah berbentuk birokrasi yang menekankan pada legalitas formal. Dengan demikian perlu dikembangkan validasi pembelajaran di tempat kerja agar bisa terakomodasi secara formal dalam organisasi.

Buku terkait berikut ini memberikan penjelasan lebih jau mengenai pembelajaran di tempat kerja.

Belajardan bekerja.jpg