Difference between revisions of "Kebijakan Perekonomian"
Line 42: | Line 42: | ||
7. Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan. | 7. Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan. | ||
− | Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu peningkatan literasi dan inklusi keuangan dipandang perlu sebagai media untuk berkoordinasi antar instansi atau stakeholder untuk pengembangan lembaga jasa keuangan dan percepatan akses keuangan di Sulawesi Selatan | + | Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu peningkatan literasi dan inklusi keuangan dipandang perlu sebagai media untuk berkoordinasi antar instansi atau stakeholder untuk pengembangan lembaga jasa keuangan dan percepatan akses keuangan di Sulawesi Selatan serta meningkatkan edukasi pemahaman dan pemanfaatan produk jasa keuangan. |
(Sumber Data : Kompas.com) | (Sumber Data : Kompas.com) | ||
[[Category:Tugas Perencanaan SDM]] | [[Category:Tugas Perencanaan SDM]] |
Revision as of 21:49, 15 March 2021
Pada tulisan ini akan membahas mengenai langkah pemerintah dalam menghadapi krisis covid 19 yang terus mengajarkan dan membawa masyarakat ke era VUCA dan ekonomi digital. Komunikasi, sinergi, kolaborasi, ketangkasan dan inovasi menjadi kata kunci dalam menghadapi tantangan dan peluang di era VUCA.
Menghadapi kondisi perekonomian di masa Pandemi Covid–19, maka upaya pemulihan perekonomian khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diperlukan dukungan yang komprehensif dari lembaga keuangan.
Selama ini UMKM terkendala akses pendanaan ke lembaga keuangan formal. Untuk mengatasi kendala tersebut, di masyarakat telah tumbuh dan berkembang banyak lembaga keuangan non-bank yang melakukan kegiatan usaha jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik yang didirikan pemerintah atau masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan sebutan lembaga keuangan mikro (LKM). Tetapi LKM tersebut banyak yang belum berbadan hukum dan memiliki izin usaha.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman dan sinergi antar lembaga jasa keuangan maupun dengan pemerintah masih kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi yang baik agar terjalin kerjasama dalam mendukung ekonomi yang inklusif antar lembaga jasa keuangan dengan stake holder yang terkait.
1.LITERASI
Literasi keuangan adalah suatu rangkaian proses atau kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan keyakinan (confidendence) konsumen maupun masyarakat agar mereka mampu mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik.
Masyarakat perlu diberikan pengetahuan yang mencukupi mengenai berbagai hal yang terkait dengan masalah keuangan seperti pengenalan mengenai lembaga jasa keuangan. Apa saja produk dan jasa keuangan, fitur-fitur yang melekat pada produk jasa keuangan, manfaat dan resiko dari produk dan jasa keuangan serta hak dan kewajiban sebagai konsumen pengguna jasa keuangan.
Literasi keuangan sangat penting untuk mendukung fungsi-fungsi ekonomi. Semakin banyak masyarakat yang tahu mengenai manfaat produk dan jasa keungan, semakin besar transaksi keuangan yang dapat diciptakan dan akhirnya akan mengerakkan roda perekonomian.
2.INKLUSI
Definisi inklusi keuangan berdasarkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif dari Bank Indonesia memiliki pengertian yaitu hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabatnya.
Zainal Muttaqin (talk) 20:18, 15 March 2021 (WIB)
Faktanya, hingga saat ini akses keuangan di Indonesia masih belum merata. Menurut data Kompas update 2019, tercatat orang Indonesia yang memiliki akses dengan lembaga keuangan hanya sekitar 87%, sisanya masih tergolong unbankable atau belum tersentuh akses keuangan.
Sedangkan Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengalami peningkatan yaitu dari Tahun 2016 sebesar 67,8 % menjadi 76,19 % di Tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa target Inklusi keuangan yang dicanangkan pemerintah melalui Perpres Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) sebesar 75 % tercapai.
Atas dasar inilah, Negara berkeinginan meningkatkan akses keuangan di semua lapisan masyarakat. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 82 Tahun 2016 yang juga menjadi awal dari langkah menjalankan program inklusi keuangan.Kelak dengan terwujudnya inklusi keuangan, jumlah masyarakat yang menabungkan uangnya meningkat, yang menginvestasikan dananya bertambah, mencari modal usaha dari bank, dan memproteksi diri dengan asuransi. Dengan begitu, diharapkan ekonomi akan bertumbuh dengan baik, angka kemiskinan berkurang, dan kesenjangan menyempit.
Kondisi inklusif keuangan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi ekonomi.
2. Mendukung stabilitas sistem keuangan.
3. Mengurangi shadow bankingatau irresponsible finance.
4. Mendukung pendalaman pasar keuangan.
5. Memberikan potensi pasar baru bagi perbankan.
6. Mendukung peningkatan Human Development Index(HDI) Indonesia.
7. Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang berkelanjutan.
Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu peningkatan literasi dan inklusi keuangan dipandang perlu sebagai media untuk berkoordinasi antar instansi atau stakeholder untuk pengembangan lembaga jasa keuangan dan percepatan akses keuangan di Sulawesi Selatan serta meningkatkan edukasi pemahaman dan pemanfaatan produk jasa keuangan.
(Sumber Data : Kompas.com)