Difference between revisions of "Pemindahan IKN"
Line 61: | Line 61: | ||
Semoga ibukota yang sudah diberikan nama "Nusantara" bisa menjadi awal kebangkitan untuk indonesia menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Setiap doa dan perkataan yang baik kita ucapkan dalam kehidupan ini, akan membawa sebuah anugrah terbesar untuk negeri ini bisa menerima langkah awal yang lebih maju dan lebih baik lagi kedepannya. | Semoga ibukota yang sudah diberikan nama "Nusantara" bisa menjadi awal kebangkitan untuk indonesia menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Setiap doa dan perkataan yang baik kita ucapkan dalam kehidupan ini, akan membawa sebuah anugrah terbesar untuk negeri ini bisa menerima langkah awal yang lebih maju dan lebih baik lagi kedepannya. | ||
− | [[Category: | + | [[Category:Perencanaan SDM]] |
Revision as of 14:12, 20 February 2022
PEMINDAHAN IKN KE KALIMANTAN
Secara historis, pemindahan Ibu kota Indonesia sudah empat kali dilakukan. Pada tanggal 4 Januari 1946, Ibu kota dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Hal itu dilakukan akibat Jakarta diduduki oleh tentara sekutu dan Belanda atas nama NICA. Kemudian pada akhir tahun 1948 Ibu kota kembali dipindahkan dari Yogyakarta ke Sumatera Barat. Pemindahan tersebut dikarenakan agresi militer Belanda, Soekarno-Hatta ditangkap dan dibuang ke Bangka. Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara kemudian membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi. Kemudian pada Juli 1949, Ibu kota dipindahkan kembali dari Bukit Tinggi ke Yogyakarta. Alasannya karena pada saat itu Soekarno-Hatta sudah dibebaskan, Sjafruddin Prawiranegara membubarkan PDRI, dan secara resmi Yogyakarta kembali menjadi Ibokota Republik Indonesia Serikat (RIS). Selanjutnya pada tanggal 17 Agustus 1949, secara de facto Jakarta menjadi Ibu kota Indonesia karena pada saat itu pula Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan. Dan pada 28 Agustus 1961, Jakarta menjadi Ibu kota Republik Indonesia secara de jure menurut PP No. 2 Tahun 1961 dan UU No. 10 Tahun 1964. Jika dilihat secara historisnya, pemindahan ibu kota yang terjadi sebanyak empat kali tersebut disebabkan karena adanya situasi genting yang terjadi pada negara.
Usulan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi lainnya telah didiskusikan sejak masa kepresidenan Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Beberapa calon ibu kota yang pernah muncul di antaranya Palangka Raya oleh Presiden Soekarno dan Jonggol oleh Presiden Soeharto. Pada tahun 2010, Presiden SBY mendukung gagasan untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan overpopulasi Jakarta. Pada wawancara dengan Najwa Shihab di tahun 2013, Joko Widodo yang saat itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta mengatakan bahwa "[pemindahan ibu kota] jangan diwacanakan terus. Kalau memang harus dipindah diputuskan saja, sehingga kita merencakan [Jakarta] juga dengan perhitungan yang jelas.
Pada bulan April 2017, Presiden Joko Widodo memerintahkan Bappenas untuk menyusun kajian pemindahan ibu kota negara. Dua tahun kemudian, saat rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Presiden Joko Widodo menyampaikan keputusan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Sementara itu, pada tanggal 26 Agustus 2019 lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan Ibu kota ke Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Wacana ini sudah dibahas secara intensif sejak 2017 lalu, pembangunannya akan diadakan mulai tahun 2020, dan pemindahannya akan dilaksanakan pada 2024 mendatang.
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT ke-74 Kemerdekaan RI Tahun 2019 di hadapan sidang bersama DPR RI dan DPD RI, Jumat (16/8/2019) pagi, Presiden menyampaikan permohonan izin untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta.
“Dengan memohon ridho Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan,” kata Presiden Jokowi.
Pernyataan Presiden itu langsung disambut tepuk tangan panjang dari para peserta sidang yang memenuhi Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara MPR/DPD/DPR RI, Jakarta, sebagian bahkan berdiri memberikan aplaus panjang. Presiden menegaskan, Ibu kota bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa. “Ini demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi. Ini demi visi Indonesia Maju. Indonesia yang hidup selama-lamanya,” tegasnya.
Hasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas mengemukakan beberapa alasan wilayah di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara dijadikan lokasi ibu kota baru adalah kecilnya risiko bencana alam di wilayah itu, lokasi yang "ada di tengah-tengah Indonesia", lokasi di dekat kota Balikpapan dan Samarinda yang sudah berkembang, "infrastruktur yang relatif lengkap", dan adanya 180 hektare tanah yang telah dikuasai pemerintah. Selain itu, Kalimantan Timur juga memiliki penduduk yang sangat heterogen dari berbagai suku dan memiliki risiko yang kecil terhadap munculnya konflik sosial.
PRO DAN KONTRA PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA
- Opini yang PRO
Pertimbangan pemindahan ibukota di Kalimantan Timur ini pertama dengan alasan luas wilayah Kalimantan Timur yang masih cukup luas serta lahan yang ada kebanyakan adalah milik pemerintah, sehingga dari pemerintah tidak perlu menyisihkan anggaran lebih untuk ganti rugi lahan milik swasta. Pembayaran untuk pemindahan ibukota baru ini diharapkan seminimal mungkin tergantung pada APBN, ditambah dengan pembiayaan alternatif lainnya untuk membangun ibukota baru ini. Pasalnya perkiraan biaya untuk ibukota baru ini kurang lebih 466 Trilliun. Skema untuk pembiayaan ibukota baru didapatkan dari pengelolaan asset dari ibukota baru maupun di Jakarta, kerjasama pemerintah badan usaha, investasi langsunng baik swasta maupun BUMN. Namun porsi pembiayaan yang paling banyak didapat nantinya dari KPBU sekitar 340,6 Trilliun dan investasi langsung. Diharapkan dengan adanya pemindahan ibukota baru di Kalimantan Timur ini akan mengatasi permasalahan mengenai kesenjangan dan pemerataan sehingga akan mendororng pada kawasan ekonomi khusus dan industri yang ada pada pulau-pulau diluar Jawa.
Dengan adanya pembangunan pusat pemerintahan di Kalimantan Timur nantinya juga diharapkan akan menambah produk domestic bruto sebesar 0,1 dari realisasi PDB karena untuk memanfaatkan sumber daya potensial yang belum bermanfaatkan. Serta akan mengurangi kesenjangan sosial dari aspek ekonomi yang terjadi pada individu maupun kelompok, yaitu dengan melihat adanya kenaikan harga modal sebesar 0,23% dan terjadi kenaikan harga modal sebesar 1,37% serta mendorong adanya investasi khususnya disektor jasa. Calon ibukota baru yang berada di Kalimantan Timur tepatnya di Kutai Kartanegara merupakan salah satu wilayah penyumbang devisa Negara terbesar bagi penambahan dana APBN. Kutai Kartanegara adalah kontribusi terbesar perekonomian daerah di Kalimantan Timur. Perlu diketahui bahwa Kalimantan Timur memiliki 5,2 juta (ha) tambang dari 24% luas wiayah daratan Kalimantan Timur serta sumbangan 26% PDRB di Kalimantan Timur. Meihat dari total kekayaan yang dimiliki Kutai Kartanegara tidak salah lagi bila Kutai merupakan kota terkaya di Indonesia. Selain Kutai Kartanegara yang dijadikan sebagai ibukota baru , Panajem Peser Utara juga nantinnya akan menjadi wilayah dari pemindahan ibukota baru. Peluang ekonomi bagi masyarakat dan investor merupakan salah satu dampak dari pemindahan ibukota ke Penajam Paser Utara. Perekonomian masyarakat nantinya akan pindah pada sector barang dan jasa, dari pemindahan ibukota ini diharapkan nantinya akan banyak perusahaan serta investor yang menginvestasikan di daerah Penajam Paser Utara sehingga akan meningkatkan perekonomian yang ada pada wilayah tersebut
Opini yang pro mengajukan beberapa alasan. Paling tidak; Pertama, beban demografi pulau Jawa telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang berujung pada krisis air bersih, bencana banjir dan tanah longsor; Kedua, produktivitas kerja, karena ASN dan Non-ASN yang tinggal di daerah penyangga Jakarta yang macet sekaligus menimbulkan stress; Ketiga, pemerataan pembangunan di nusantara; Keempat, berdampak positif pada dunia usaha dan investasi, karena memunculkan kota metropolitan baru; Kelima, efesiensi, karena ibukota baru akan mengadopsi konsep smart city, karena menggunakan transportasi elektric vehicle dan lainnya. Keenam, ini yang mengejutkan pulau Jawa rawan bencana yang dapat terjadi kapan saja seperti gempa dan tsunami.Saat ini laju penurunan permukaan tanah di Jakarta antara 1-15 cm per tahun, yang berkombinasi dengan kenaikan tinggi muka air laut yang sudah mencapai 8,5 cm, akan menyebabkan sebagian besar Jakarta Utara tenggelam pada tahun 2050.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menuturkan ada banyak pertimbangan kenapa ibu kota harus dipindahkan dari Jakarta. Salah satunya terkait faktor daya dukung. "Banyak sekali, jadi itu salah satunya daya dukung Jakarta. Bukan hanya kemacetan atau banjir, tidak,tapi daya dukungnya sendiri," ungkap dia. Kemudian, dia melanjutkan, faktor persebaran penduduk juga turut menjadi salah satu pertimbangan utama. "Penduduk di Jawa ini kan 57 persen (dari total penduduk Indonesia), di Sumatera 21 persen. Jadi untuk penyebaran juga," sambungnya. Faktor berikutnya, yakni pemerataan pembangunan di Nusantara. Dia menyatakan, berpindahnya ibu kota akan membantu pembangunan infrastruktur di wilayah lain yang kini tengah diusung pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyebut bahwa pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Jawa akan membawa dampak positif, khususnya bagi dunia usaha.
Dengan adanya pemindahan pusat pemerintahan, otomatis akan menciptakan satu kota metropolitan baru. Kendati demikian, dia mengingatkan tentunya proses pemindahan ibu kota tidak mungkin dapat terwujud dalam waktu singkat. "Jadi pemindahan ibu kota ide bagus untuk buat daerah pertumbuhan baru, tapi harus diingat bahwa sifat pemindahan ibu kota itu jangka panjang," kata dia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyebut rencana pemindahan ibukota dapat menjadi angin segar dan membawa sentimen positif bagi para investor jika sudah terealisasi. Dia menjelaskan, estimasi anggaran pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa yang tidak sedikit, yaitu sekitar Rp 466 triliun atau setara USD 33 miliar dapat menjadi kesempatan bagi para investor. Sebab dana pemindahan tersebut dapat diperoleh dan dipenuhi dari berbagai skema pembiayaan, tidak hanya mengandalkan APBN. Sumber pendanaan pemindahan ibu kota bisa didapat melalui skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU), BUMN, dan swasta murni. Hal tersebut tentu akan dipandang sebagai kesempatan emas bagi para investor. "Perpindahan ibu kota tentu berpotensi jadi stimulan investasi dalam skala sangat besar. Jadi kalau wacananya proyek USD 33 miliar atau lebih dari Rp 400 triliun tentu jumlah investasi yang sangat besar," ujarnya
- Opini yang KONTRA
Memindahkan ibu kota negara ke pulau Kalimantan yang memiliki sejumlah besar lahan gambut yang mudah terbakar meningkatkan risiko kebakaran hutan dan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan secara signifikan. Selain itu, pemindahan ibu kota tidak menjamin masalah lingkungan di Jakarta akan terselesaikan. Lokasi yang terpilih sebagai ibu kota baru tidak jauh dari danau Mahakam, yang merupakan lahan gambut dan habitat bagi beberapa spesies langka dan dilindungi, antara lain lumba-lumba (Orcaella brevirostris) atau pesut. Kebakaran di lahan gambut menjadi sumber asap pekat yang menyelimuti berbagai wilayah Indonesia, termasuk pada tahun ini.
Untuk membangun sebuah kota baru, pemerintah perlu membuka lahan untuk membangun kantor pemerintahan, perumahan dan infrastruktur lainnya yang dibutuhkan. Laporan media menyebutkan pemerintah Indonesia telah menyediakan 180.000 hektare tanah untuk pembangunan kota baru tersebut.Maka, tidak mengherankan apabila organisasi lingkungan seperti Greenpeace Indonesia khawatirakan dampak dari pembangunan fisik ibu kota negara yang baru terhadap hutan dan spesies di dalamnya, seperti orang utan.Dampak langsung dari pembangunan kota pada hutan, sayangnya, hanya salah satu dari banyak dampak negatif pada lingkungan dan bahkan bukan yang paling signifikan.Setidaknya satu setengah juta pegawai negeri akan pindah ke ibu kota negara yang baru. Sementara itu, dengan populasi 900.000 jiwa saat ini, wilayah Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara sudah memberi dampak pada lingkungan sekitar.
Populasi yang meningkat pesat di dekat danau Mahakam akan meningkatkan risiko kebakaran lahan gambut di daerah itu.Semakin banyaknya orang yang bermigrasi ke ibu kota negara baru akan mendorong ekspansi lahan pertanian karena permintaan makanan meningkat.Dan orang masih sering membakar lahan untuk ekspansi pertanian meskipun ada larangan penggunaan api untuk pembukaan lahan di Indonesia. Orang-orang yang menempati wilayah tersebut akan meningkatkan aktivitas perburuan dan penangkapan ikan untuk dijual ke penduduk kota. Selain itu, para penduduk baru juga diprediksikan akan mengunjungi area hutan dan lahan gambut untuk rekreasi dan aktivitas lainnya. Ketika orang melakukan aktivitas perburuan dan penangkapan ikan saat musim kering, mereka akan membuat api, membakar tanaman untuk mencari kolam untuk memancing. Api tersebut bisa memicu kebakaran. Risiko besar kebakaran hutan di area tersebut sungguh nyata. Selama kekeringan akibat El Nino terburuk yang pernah tercatat di Indonesia, yang terjadi tahun 1997-1998, api melahap wilayah Mahakam dan sebagian lain wilayah Kalimantan Timur. Provinsi ini mengalami dampak terburuk akibat kebakaran lahan dan hutan saat itu. Jika kebakaran yang sama terjadi lagi, dan sangat mungkin terjadi karena perubahan iklim, maka ibu kota negara yang baru akan lebih rentan berhadapan dengan asap kebakaran hutan dan lahan yang bisa berlangsung berbulan-bulan.
Greenpeace Indonesia sebagai organisasi lingkungan memiliki beberapa kekhawatiran terkait keputusan ini, karena akan membutuhkan konversi hutan dan lahan untuk pembangunan kota, yang tentunya akan berdampak pada lingkungan.Dalam tanggapannya Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak mengatakan: “Rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur jika tanpa menjadikan perlindungan lingkungan sebagai pertimbangan utama, dikhawatirkan hanya akan menciptakan berbagai masalah-masalah lingkungan di ibu kota baru nanti, seperti yang terjadi di Jakarta saat ini. Kita bisa lihat fakta bahwa polusi udara di Jakarta selain berasal dari sektor transportasi, juga bersumber dari banyaknya PLTU batu bara yang ada di sekeliling Jakarta. Jika nanti sumber energi ibu kota baru masih mengandalkan batu bara seperti saat ini di Jakarta, maka jangan harap ibu kota baru akan bebas dari polusi udara. Apalagi jika pemerintah tetap membangun PLTU-PLTU batu bara mulut tambang, seperti yang direncanakan saat ini di beberapa lokasi di Kalimantan Timur. Rencana pembangunan PLTU-PLTU batu bara mulut tambang ini harus dihentikan, karena bertentangan dengan konsep smart, green city untuk ibu kota baru tersebut, di mana sumber energi kota seharusnya dari energi terbarukan. Keberadaan tambang-tambang batu bara tersebut tidak hanya akan menghasilkan polusi udara, tapi juga berbagai bencana lingkungan lain seperti banjir dan kekeringan, seperti yang sudah terjadi di Samarinda, salah satu kota terdekat dengan wilayah ibu kota baru ini ”
Ekonom senior, Emil Salim mempertanyakan proses pemindahan ibu kota dari Jakarta yang dianggap justru akan meninggalkan masalah banjir dan macet yang semestinya dapat diselesaikan dengan solusi konkret tanpa memerlukan pemindahan besar-besaran yang membutuhkan banyak dana. Kelompok pemerhati lingkungan Greenpeace Indonesia mengkritisi rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan yang dapat mengancam kelestarian hutan hujan Kalimantan sebagai "paru-paru dunia" dan ekosistem langka, termasuk spesies orang utan. Risiko kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan sebagai dampak kerusakan alam di wilayah ibu kota baru juga menjadi pertimbangan serius bagi pemerhati lingkungan.
Partai Gerindra juga memberi respons negatif atas urgensi dari rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur sebagai sebuah "pemborosan" semata demi pencitraan politik dan menambah beban negara kepada swasta dan asing. Politisi PKS Mardani Ali Sera mempermasalahkan rencana keterlibatan pihak asing dalam pengarahan proses pembentukan ibu kota baru, dengan berpendapat bahwa kemampuan para ahli dalam negeri sudah cukup untuk membangun ibu kota negaranya sendiri. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengkritisi penyediaan luas wilayah untuk ibu kota baru yang dinilai boros lahan Dikutip dari penulis Masduki Daryat pada media Pikiran Rakyat.com edisi 24 januari 2022, beropini bahwa : Dengan pertimbangan keuangan Negara, lingkungan hidup dan alasan hukum ketatanegaraan perpindahan ibukota Negara agaknya perlu dipertimbangkan kembali.Pemindahan ibukota Negara sepatutnya dilakukan dalam kondisi perekonomian Negara sedang stabil dan mapan. Ketika produktivitas industry atau sector tradable good berbasis sumber daya sedang tumbuh baik.Akan lebih elegan pemerintah focus pada kondisi ekonomi global yang unpredictable dengan mendorong produktivitas agregat supply. Seperti industrialisasi dini, lapangan kerja, kualitas sumber daya manausia, pemanfaatan infrastruktur dan lainnya.Sekarang ini terjadi demi sebuah ambisi perpindahan ibukota, tetapi di sisi lain menekan daerah bahkan ada kesan mengemis-ngemis ke daerah untuk kebutuhan rakyat. Aktivis lingkungan bahkan mempertanyakan kenapa harus ke Kalimantan, padahal Kalimantan adalah ‘paru-parunya’ dunia dengan hutannya. Akan terjadi perusakan lingkungan dengan banyaknya pembangunan gedung dan infrastruktur lainnya akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya dari sisi lingkungan hidup.Dari sisi ketatanegaraan adakah temuan fakta baru bahwa ibukota Negara harus pindah dari Jakarta. Dalam tulisannya mengingatkan, pemindahan ibukota Negara ada tiga hal yang harus diperhatikan; Pertama, masalah urgensi; Kedua, landasan hukum; dan Ketiga, prioritas kebijakan. Pemindahan ibukota memang penting tetapi belum menjadi prioritas utama, karena masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan salah satunya mengenai kesejahteraan rakyat. Pemindahan ibukota juga harus dilihat penyebab utamanya dan cara efektif penanggulangannya. Jika alasannya kepadatan penduduk, tidak bisa dipungkiri kepadatan juga akan terjadi di ibukota baru.
KESIMPULAN
Kita semua tahu bahwa Jakarta menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pergerakan bisnis yang sangat tinggi. Tak heran jika banyak orang yang berbondong-bondong untuk mencoba peruntungan di Jakarta, sehingga dengan perkembangan ekonomi seperti itu maka wajar jika semua orang ingin berpindah ke Jakarta untuk mengadu nasib.Dampak dari perpindahan yang semakin menigkat setiap tahunnya, membuat Jakarta menjadi kota yang tidak lagi ramah dan kondusif untuk menjalani sebuah pusat pemeritahan yang baik. Jakarta menjadi kota yang tidak ramah karena polusi, kemacetan, banjir hingga kemiskinan yang menjadi ancaman nyata yang sering kita liat dimedia televisi. Kondisi ibukota Jakarta yang seperti ini wajar untuk pemerintah memikirkan lagkah yang terbaik untuk mengatasi persoalan yang sedang terjadi saat ini. Dalam menanggapi pro dan kontra pasti semuanya sudah terbiasa terjadi di setiap pengambilan sebuah keputusan selalu ada yang namanya pro dan kontra dari setiap orang.
Semua orang berhak untuk berpendapat tapi harus sesuai dengan fakta dan data yang ada. Tidak asal bunyi dan melakukan provokasi yang mengarah kepada perpecahan dan pertikaian yag ada didalah negeri ini. Semua hal pasti sudah dipikirkan dengan matang dan sungguh-sungguh Karena ini adalah sebuah lingkungan yang tidak sehat dalam melihat sebuah ibukota negara. Pemerintah harus bersikap bijak dan terbuka. Dalam persoalan ini memang sulit untuk mendapatkan dukugan dari berbagai elemen negara yang ada. Tapi semua permasalahan pasti ada solusi dan jalan keluar terbaik jika kita berpikir terbuka dan menimbang baik buruknya. Banyak hal yang harus dipersiapkan oleh pemerintah dalam memindahkan sebuah ibukota negara ke tempat yang baru. Melihat kota Jakarta yang padat dan penuh dengan sesak yang pernah saya alami sendiri ketika berada di sana sungguh tidak pantas lagi untuk menjadi sebuah ibu kota yang baik dan kondusif. Pilihan dalam memindahkan ibukota adalah pilihan terbaik dalam menatap masa depan negara yang lebih baik lagi.
Tentu dan sangat jelas jika semuanya sudah diperhitungkan dari berbagai hal. Permasalahan yang timbul bisa diselesaikan dengan baik bukan mencari-cari kesalahan dan mengambil kesempatan momen untuk mendapatkan panggung dalam membahas perpindahan ibukota ini. Pemerintah harus lebih jelas dan terbuka dalam segala hal yag akan dilakukan pada saat pengelolaan dan pelaksanaan perpindahan ini kepada rakyat.
Pro kontra muncul karena ada rasaa risau dari beberapa kalangan petinggi mengenai perpindahan ibu kota ini. Tapi alagkah baiknya semua dibicarakan dan diselesaikan dengan baik tanpa harus blunder dalam menyampaikan pendapat yang bisa berujung apda pertikaian yang terjadi saat ini yang dilakukan oleh Edy Mulyadi. Rakyat jangan mudah terprovokasi. Dengan naiknya isu pemindahan ibukota dengan berbagai pro dan kontra yang ada saat ini. Kita sebagai rakyat jangan mudah terprovokasi dengan omongan dan hal-hal yang negative tentang isu pemindahan ibu kota ini. Kapan majunya negeri ini selalu membahas yang itu saja tanpa ada perubahan. Sudah terlalu banyak hal yang mulai terlihat baik saat ini dengan adanya gebrakan baru yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini. Pembangunan infrastuktur yang mulai merata di seluruh wilayah Indonesia kini bisa dapat dirasakan oleh daerah-daerah terpencil juga. Dengan adanya pembangun jala tol yang fungsinya sebagai sarana penghubung dalam mempercepat lagkah dan operasional pertumbuhan ekonomi bisa dirasakan oleh semua wilayah yag ada di Indonesia.
Kita harus melihat sesuatu kearah yang lebih baik, jangan terus mencari kesalahan tapi tidak melakukan hal-hal penting yang berguna untuk kemajuan negeri ini. Berpikir rasional dan terbuka untuk saat ini sangat dibutuhkan dalam memikirkan kemajuan negeri ini menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang. Dengan adanya ibukota baru Indonesia lebih baik dan maju memangnya salah, kan tidak! Sudah saatnya kita untuk bangkit dan berpikir maju dalam menatap hari esok yang lebih baik, jangan hanya memikirkan keburuka tapi hal yang dihalang malah membuat negeri ini lebih maju di masa yang akan datang. Terkadang melihat berita saat ini ketika ada orang yang memiliki jabatan dan kekuasaan tapi berkomentar degan menyampaikan hal-hal yang menimbulkan amarah dan kebencian adalah perbuatan yang sangat memalukan. Hal demikian merupakan sebuah kemunduran untuk negeri ini bisa maju dan menjadi negara yang lebih baik lagi di kemudia hari.
Semoga ibukota yang sudah diberikan nama "Nusantara" bisa menjadi awal kebangkitan untuk indonesia menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Setiap doa dan perkataan yang baik kita ucapkan dalam kehidupan ini, akan membawa sebuah anugrah terbesar untuk negeri ini bisa menerima langkah awal yang lebih maju dan lebih baik lagi kedepannya.